Breaking News :

Bambang Soesatyo

BAMBANG SOESATYO

Informasi pribadi
Tempat Lahir Jakarta
Tanggal Lahir 10/09/1962
Informasi Jabatan
Partai Golkar
Dapil Jawa Tengah VII
Komisi III – Hukum, HAM, Keamanan

Latar Belakang

H. Bambang Soesatyo SE, MBA berhasil terpilih kembali sebagai Anggota DPR-RI periode 2014-2019 dari Partai Golkar dari Dapil Jawa Tengah VII (Banjarnegara, Kebumen, Purbalingga) setelah memperoleh 57.235 suara. Pada periode 2009-2014, Bambang Soesatyo duduk di Komisi III yang membawahi Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung, Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Bambang Soesatyo adalah salah satu dari 9 orang anggota DPR-RI yang membentuk Panitia Khusus Hak Angket Bank Century. Bambang Soesatyo dikenal kritis dalam menyampaikan pandangannya tentang Aliran Dana Lembaga Penjamin Simpanan pada Bank Century. Namun Bambang Soesatyo juga dikritik publik karena gemar menggunakan mobil mewah.

Bambang Soesatyo adalah figur yang enigmatik dan kontroversial.  Di satu sisi dalam setiap pernyataan-pernyataan yang beliau keluarkan ke media massa, terlihat bahwa suami Lenny Sri Mulyani ini memiliki komitmen yang kuat dalam memberantas korupsi. Hal ini semakin diperkuat ketika beliau melaporkan ke KPK mengenai pemberian gratifikasi atas pernikahan putranya, Raditya Soesatyo, 29 Januari 2012 yang lalu. Gratifikasi sebesar total Rp 400 juta itu diberikan oleh para petinggi, pejabat negara dan pengusaha berupa uang tunai dalam bentuk rupiah dan mata uang asing. Para petinggi dan pejabat negara di antaranya adalah Kepala Polri Timur Pradopo, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan para pengusaha di antaranya adalah Hary Tanoesoedibyo.

Namun di tengah maraknya perdebatan mengenai gedung baru KPK, sebagai anggota Komisi yang dituduh KPK menghambat karena anggaran yang sudah disetujui pemerintah tak juga diloloskan Komisi III, penulis buku Skandal Gila Bank Century ini secara pribadi berpendapat bahwa penggalangan dana gedung baru KPK merupakan ide yang bagus. Terlebih bila negara tidak mampu mengadakan gedung baru tersebut. Politisi muda yang kerap tampil perlente bahkan hendak mendorong keluarga dan teman-temannya untuk menyumbang. Walaupun sebagai politikus beliau bersikeras bahwa pejabat yang berkeinginan untuk menyumbang harus dipertanyakan kemurniannya karena hal tersebut dicurigai ada upaya terselubung.

Namun komitmen anti korupsi Bambang baru-baru ini dipertanyakan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) ketika penerima penghargaan PWI News Maker tahun 2010 ini mengajak narapidana korupsi menggugat Kementrian Hukum dan HAM terkait kebijakan moratorium pengetatan remisi. ICW menilai sebagai anggota Komisi III, Bambang harusnya membangun semangat melawan korupsi, bukan malah sebaliknya. Kesimpulan ini diperoleh ICW setelah sebelumnya Bambang mengatakan bahwa Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin dan Wakil Menteri, Denny Indrayana, dapat dituntut dengan pasal perampasan kemerdekaan para narapidana terkait kebijakan pengetatan remisi, kebijakan yang dibatalkan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Nama Bambang pun sempat diberitakan tidak sedap di penghujung tahun 2011 ketika beliau menjadi sorotan masyarakat terkait laporan harta kekayaan penyelenggara negara yang diterima oleh KPK. Total harta Bambang yang dilaporkan ke KPK mencapai Rp 24,1 miliar dan 20.095 dollar AS dengan nilai mobil mewah senilai total Rp 10,4 milyar. Nilai tersebut merupakan gabungan harga 15 kendaraan yang dimiliki Bambang, termasuk di antaranya Bentley, Hummer, Land Rover, Mercedez Benz, Alphard dan motor Harley Davidson.

Namun Wakil Ketua Bidang Dana Federasi Olahraga Boxing Indonesia tahun 2003 – 2008 ini membantah berita yang mengatakan bahwa beliau baru mendapatkan mobil-mobil mewah tersebut setelah menjadi anggota DPR.

Beliau juga menegaskan bahwa baginya kendaraan hanyalah alat saja karena bagi dirinya perjuangan seseorang tidak terpengaruh atau berimplikasi pada penampilannya. Terbukti dengan tidak sabarnya beliau untuk segera memiliki Esemka, mobil hasil karya warga Solo.

Pendidikan

S1, Sekolah Tinggi Ekonomi Indonesia, Jakarta (1987)
S2, Bisnis, IM Newport Indonesia (1991)

Perjalanan Politik

Bambang Soesatyo memulai karirnya di industri media dan jurnalistik di 1985 menjadi wartawan pada Harian Umum PRIORITAS. Di 1991, Bambang Soesatyo menjadi Pemimpin Redaksi Majalah INFO BISNIS dan di 2004 menjadi Pemimpin Redaksi Harium Umum Suara Karya. Bambang juga pernah menjabat sebagai Direktur di beberapa perusahaan swasta.

Di 2008, Bambang bergabung di Partai Golkar dan menjabat sebagai Wakil Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat. Di Pemilu 2009, Bambang berhasil terpilih menjadi Anggota DPR-RI dari fraksi Golkar dari daerah pemilihan Jawa Tengah VII (Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen) pada pemilu 2009.

Pada Pemilu 2014, Bambang berhasil terpilih dan ia mendapatkan posisi sebagai Sekretaris Fraksi Golkar DPR-RI serta anggota dari Komisi III. Namun, pada Januari 2016, ia dilepas dari posisi sebagai Sekretaris Fraksi dan mendapatkan tanggung jawab sebagai Ketua Komisi III DPR-RI.

Tanggapan

Perombakan Besar-Besaran Fraksi Golkar oleh Setya Novanto

21 Januari 2016 – (DetikNews) – Jakarta – Setya Novanto yang baru duduk sebagai Ketua Fraksi Golkar rupanya merombak formasi anggotanya di komisi dan alat kelengkapan dewan lain. Bambang Soesatyo yang dicopot dari sekretaris fraksi menjadi ketua komisi III, mengaku kaget.

“Ya saya baru baca SK-nya. Saya pribadi agak surprise, kaget karena menurut saya timingnya kurang tepat untuk mengganti keseluruhan formasi di komisi dan alat kelengkapan dewan,” kata Bambang di gedung DPR, Jakarta, Kamis (21/1/2016) sore.

Bambang semula mengira pergantian itu hanya terjadi pada dirinya dengan Ahmadi Noor Supit, karena perlu menghindari potensi kegaduhan di tengah konflik Golkar. Namun ternyata posisi strategis lain juga dirombak Novanto.

“Saya yakin teman-teman juga menghormati kalau sudah jadi keputusan fraksi. Tapi kalau hanya keputusan ketua fraksi tanpa sepengetahuan ketua umum, akan jadi hal lain. Karena kita pernah imbau dan ingatkan sebaiknya pertukaran dilakukan menunggu timing yang tepat,” ujar Bambang.

Timing itu terkait dengan agenda besar Partai Golkar yang masih berkutat dengan konflik dualisme kepengurusan, sementara di depan ada agenda Rapimnas dan tim transisi yang keduanya bisa berujung Munas.

“Ini semua seperti efek domino, bergeser semua. Tadinya harapan saya hanya saya dan Supit yang bergeser,” ucap Bambang. (sumber)

Menyikapi Pergantian Mendadak Posisinya sebagai Sekretaris Fraksi Golkar

6 Januari 2016 – (DetikNews) – Setelah ditunjuk sebagai Ketua Fraksi Partai Golongan Karya di Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto ‘menggusur’ orang-orangnya Ade Komarudin. Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang keras mengkritik Novanto dalam kasus ‘papa minta saham’ dilengserkan dari jabatannya selaku Sekretaris Fraksi Golkar.

Novanto juga menggeser orang-orang Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), ormas pendiri Golkar. Salah satunya adalah Waketum SOKSI Achmadi Noor Supit yang dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Badan Anggaran DPR. Seperti diketahui Ade Komarudin saat ini menjabat sebagai Ketua Umum SOKSI.

Aksi ‘menggusur’ orang-orang Ade Komarudin di DPR menambah konflik baru di tubuh Partai Golkar. Sejumlah anggota DPR dari Fraksi Golkar mempertanyakan legalitas dan kewenangan Novanto merotasi politisi partai beringin di Senayan.

Bambang Soesatyo menyebut bahwa hingga saat ini Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR yang sah adalah Ade Komarudin. Sesuai Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), mekanisme pergantian pimpinan fraksi harus didahului surat oleh partai politik ke pimpinan DPR.

Setelah ada surat dari pimpinan parpol, maka akan dibahas di rapat pimpinan DPR dan Badan Musyawarah. Selanjutnya akan diagendakan pembacaan atas struktur kepengurusan yang baru di sidang paripurna DPR. “Lalu keluarlah surat keputusan yang baru tentang struktur pimpinan fraksi yang baru yang ditandatangani oleh Ketua DPR definitif, bukan pelaksana tugas dengan surat resmi dari kesekjenan DPR,” kata Bambang kepada wartawan, Rabu (6/1/2016).

Dia menduga Novanto tak sabar untuk segera bekerja. “Tampaknya kawan itu (Novanto) sudah nggak sabar,” tambah Bambang.

Bambang sendiri hanya berkomentar singkat terkait pencopotan dirinya sebagai Sekretaris Fraksi Partai Golkar. “Santai saja (dicopot), malah bagus buat saya. Di mana pun bagi saya sama saja dan itu tidak akan mengubah sikap dan pendirian saya. Kalau salah, sikat. Nggak ada urusan!” katanya.

Achmadi Noor Supit juga mempertanyakan legalitas Novanto merombak pimpinan dan anggota fraksi. Pengangkatan Novanto sebagai Ketua FPG di DPR baru sebatas surat dari DPP Golkar, belum diputuskan di rapat pimpinan DPR dan Bamus.

“Itu surat dari DPP. Baru versinya partai, sementara apa itu nanti di paripurna akan bagaimana ya, karena status partai kan belum sah. Mengganti fraksi kan harus dari partai tapi partai belum diakui,” katanya. (sumber)

Prediksi Perpolitikan di 2016

30 Desember 2015 – (Tempo.co) – Politikus Partai Golkar, Bambang Soesatyo, memprediksi pada 2016 pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla akan tetap gaduh seperti yang terjadi pada tahun ini. Hal itu disampaikan pada Rabu, 30 Desember 2015. Bambang berujar, sejumlah persoalan yang belum terselesaikan tahun ini bakal menjadi pemicu kegaduhan tahun depan, seperti isu reshuffle kabinet, skandal Freeport, dualisme kepengurusan Partai Golkar dan PPP yang berlarut-larut, serta desakan pencopotan Rini Soemarno.

“Kegaduhan yang ditimbulkan saling serang antarmenteri atau pembantu presiden diprediksi akan tetap terjadi,” ujar Bambang.

Perseteruan antarpartai pendukung pemerintah terkait dengan kursi menteri pun menurut Bambang akan menambah kegaduhan politik di era pemerintahan Jokowi. “Dengan masuknya PAN dan tidak menutup kemungkinan akan disusul beberapa partai dari KMP lainnya, puncak kegaduhan akan terjadi pada 2016. Belum lagi kegaduhan dalam parlemen jika kelak Pansus Freeport benar-benar digulirkan,” katanya.

Selain itu, menurut Bambang, kegaduhan dari sisi ekonomi juga akan datang dari berbagai program Bantuan Langsung Tunai pada Februari-Maret 2016, yang jika tidak ditambah melalui APBN Perubahan akan menimbulkan masalah baru. “Termasuk target penerimaan dari tax amnesty,” ujar Bambang.

Tahun ini, pemerintahan Jokowi juga berjalan dengan penuh kegaduhan. Menurut Bambang, kegaduhan pada 2015 dibuka oleh episode Polri versus KPK Jilid II dan ditutup dengan mundurnya Ketua DPR Setya Novanto akibat skandal “Papa Minta Saham”.

“Semua kegaduhan itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses konsolidasi pemerintahan baru Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Selain faktor kegaduhan akibat ulah sejumlah tokoh, tahun ini pun sarat masalah dan tantangan,” kata Bambang.

Selain terjadi kegaduhan dalam pemerintahan, menurut Bambang, ketidakpastian global juga menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Posisi rupiah mengalami tekanan terhadap sejumlah valuta utama dunia. “Terhitung sejak awal 2015 hingga pekan kedua September, depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mencapai 15,87 persen,” ujarnya.

Bambang menambahkan, terdapat pula dua faktor lokal yang ikut menekan ekonomi dalam negeri. Menurut Bambang, harga komoditas unggulan Indonesia di pasar internasional masih rendah. Selain itu, pemerintah juga gagal memaksimalkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebagai motor pertumbuhan. “Hal itu ditandai dengan lambannya penyerapan anggaran sepanjang 2015,” tutur anggota Komisi Hukum DPR itu.

Bahkan, ia mengatakan hampir semua pemerintah daerah juga gagal memaksimalkan anggaran. “Hingga akhir 2015, sekitar Rp 270 triliun anggaran pembangunan daerah hanya diendapkan di sejumlah bank karena banyak pejabat daerah takut mengeksekusi proyek-proyek pembangunan, yang anggarannya telah disetujui,” kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar tersebut. (sumber)

Kasus Anggota DPR Mencatut Nama Presiden dan Wakil Presiden RI Terkait Perpanjangan Kontrak PT Freeport

16 November 2015 – (Tribunnews.com) – Sekretaris Fraksi Partai GolkarBambang Soesatyo meminta Ketua DPR yang juga rekan sefraksi,Setya Novanto, untuk meminta maaf kepada rakyat, Presiden Joko Widodo, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sebab, Novanto diduga sudah meminta saham kepada PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden.

“Segeralah meminta maaf kepada rakyat,” kata Bambang saat dihubungi Kompas.com, Senin (16/11/2015).

“Khususnya kepada Jokowi dan JK yang seolah-olah dikesankan meminta bagian saham dari perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia,” lanjut Bambang.

Bambang juga mendorong Mahkamah Kehormatan Dewan tak perlu ragu untuk menindaklanjuti laporan yang sudah disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ini.

Meski melibatkan pimpinan DPR, namun MKD harus tetap bekerja sesuai ketentuan yang berlaku.

“Fraksi Partai Golkar mendukung sejauh itu untuk kebaikan DPR sebagai institusi yang perlu dijaga marwah dan kehormatannya,” ucap Bambang.

Dalam laporannya ke MKD, Sudirman menyebut Setya Novantobersama seorang pengusaha menemui bos PT Freeport sebanyak tiga kali.

Pada pertemuan ketiga, Novanto meminta saham sebesar 11 persen untuk Presiden dan 9 persen untuk Wapres demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.

Novanto juga meminta PT Freeport untuk melakukan divestasi saham sebesar 49 persen dalam pembangunan proyek listrik di Timika. (sumber)

Kinerja Buruk Jaksa Agung

17 Oktober 2015 – (TRIBUNNEWS.COM) – Sekretaris Fraksi Partai Golkar di DPR Bambang Soesatyo meminta Presiden Joko Widodo mengganti Jaksa Agung HM Prasetyo.

Sebagai Jaksa Agung, HM Prasetyo dianggap tidak mampu bekerja dengan baik.

Kejaksaan Agung sudah dua kali kalah menghadapi gugatan praperadilan. Pertama melawan Dahlan Iskan dan kedua melawan PT Victoria Securities Indonesia (VSI).

“Jangan mengedepankan kepentingan kelompok tertentu atau pesanan-pesanan tertentu yang berdampak pada institusi kejaksaan itu sendiri,” kata Bambang di Cikini, Jakarta, Sabtu (17/10/2015).

Bambang melanjutkan, menyusul penetapan eks Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella jadi tersangka, banyak pihak ingin Jaksa Agung HM Prasetyo diperiksa.

Hal itu dinilai Bambang sebagai sebuah risiko memilih orang berlatar belakang partai politik di pucuk pimpinan Korps Adhyaksa.

“Itulah kalau suatau lembaga yang independen itu ditempatkan oleh orang parpol. Padahal janji Presiden tidak akan menempatkan orang parpol, baik di kejaksaan maupuan tempat penegakan hukum lainya,” kata pria yang akrab disapa Bamsoet ini.

Bambang pun menyindir presiden Joko Widodo mengenai janjinya yang tidak akan memilih orang berlatar belakang partai politik sebagai penegak hukum.

Untuk itu, lanjutnya menjelang satu tahun pemerintahan Jokowi-JK disarankan agar Presiden mengoreksi total kembali kebijakan yang telah dibuatnya.

Menurut dia, satu tahun pertama ini telah digunakan Jokowi untuk membayar utang balas budi kepada para pendukungnya saat Pilpres lalu. (sumber)

Independensi Komisi Pemilihan Umum (KPU)

KOMPAS.com — Bendahara Umum Partai Golkar hasil Munas Bali, Bambang Soesatyo, mengecam sikap Komisi Pemilihan Umum yang tetap mengharuskan Partai Golkar mengusung calon bersama dalam pemilihan kepala daerah serentak. Padahal, kata dia, sudah ada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memutuskan bahwa penyelenggaraan Munas Ancol dianggap ilegal.

“Saya tidak terkejut melihat sikap KPU karena dari awal mereka diduga sudah terlibat persekongkolan atau konspirasi jahat dengan kekuasaan dan oknum Golkar dengan tujuan untuk menghancurkan Golkar,” kata Bambang dalam pernyataan tertulisnya, Senin (27/7/2015).

Dengan dukungan kekuasaan itu, lanjut Bambang, KPU pun berani menabrak hukum. KPU dinilai tidak menjalankan putusan yang sudah diketuk di pengadilan.

“Jadi, hukum dan UU pun mereka tabrak. Kenapa KPU berani melawan keputusan pengadilan, ya karena mereka merasa di-backing kekuasaan,” ucapnya.

Bambang pun mengimbau seluruh masyarakat Indonesia, khususnya kader Partai Golkar, untuk tidak tinggal diam. “Mereka pasti akan bergerak karena terus-menerus dizalimi. Pemerintah, Menkumham, KPU sama saja. Jadi, kita lihat saja nanti. Saya percaya Tuhan ora sare (tidak tidur) dan hukum bisa ditegakkan,” ujarnya.

Majelis hakim PN Jakut berpendapat bahwa munas di Bali pada 30 November 2014 telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, antara lain, sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Partai Golkar serta peraturan organisasi Partai Golkar tentang prosedur surat-menyurat. (Baca: PN Jakut Menangkan Kubu Aburizal Bakrie)

Sementara itu, terhadap pelaksanaan munas di Ancol, hakim menilai bahwa pelaksanaan munas tersebut adalah perbuatan melawan hukum. Munas Ancol dinilai digelar tanpa prosedur administrasi sesuai dengan aturan partai. (Baca: Hakim Wajibkan Menkumham Agung Laksono Bayar Kerugian Rp 100 Miliar)

Gugatan ini dimohonkan oleh pengurus Partai Golkar hasil Munas Bali, yang dipimpin oleh Ketua Umum Aburizal Bakrie. Mereka menggugat keabsahan pelaksanaan Munas Ancol yang dipimpin Ketua Umum Agung Laksono, dan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pengesahan kepengurusan Partai Golkar.

Namun, atas putusan ini, KPU menegaskan, dua kubu Partai Golkar harus tetap mengikuti pilkada bersama. Sebab, putusan PN Jakut tidak bersifat berkekuatan hukum tetap.

Alasan KPU

Komisioner Komisi Pemilihan Umum Ferry Kurnia Rizkiansyah mengatakan, dua kubu di Partai Golkar tetap harus mendaftarkan calon kepala daerah secara bersama-sama. Menurut Ferry, aturan itu tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015 dan berlaku untuk semua partai yang mengalami sengketa kepengurusan.

Sikap KPU tetap berpedoman pada PKPU walaupun putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara mengakui kepengurusan Golkar hasil Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie.

PKPU tersebut dibuat untuk mengakomodasi partai yang mengalami sengketa kepengurusan agar tetap dapat berpartisipasi dalam pemilu kepala daerah (pilkada) serentak Desember 2015 nanti. (sumber)

Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas Gugatan Partai Golkar Kubu Aburizal Bakrie

(Warta Ekonomi Online) – 24 Juli 2015 – Politikus Bambang Soesatyo menilai lelucon politik Agung Laksono telah berakhir dengan adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang mengabulkan gugatan Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie.

“Alhamdulillah akhirnya lelucon politik yang selama ini dipertontonkan kubu Munas Ancol (Agung Laksono) yang didukung Menkumham Yasona Laoly berakhir,” kata Bambang Soesatyo di Jakarta, Jumat (24/7/2015).

PN Jakarta Utara dalam amar putusan pada 24 Juli menyatakan kepengurusan Golkar hasil Munas Bali sah, sedangkan penyelenggaraan Munas Ancol oleh kubu Agung Laksono tidak sah. Menurut Bambang, keputusan majelis hakim jelas, selain memberikan rasa keadilan pada pihak yang benar juga menyelamatkan demokrasi di tanah air.

“Keputusan pengadilan tersebut juga telah meruntuhkan konspirasi jahat kekuasaan dengan oknum Partai Golkar yang ingin menghancurkan partai Golkar dari dalam melalui politik pecah-belah,” terangnya.

Bambang menyatakan pihaknya memberikan apresiasi pada majelis hakim yang telah berani melawan konspirasi atau persekongkolan jahat kekuasaan pada penyelenggaraan munas Golkar di Ancol yang menurutnya, telah diketahui secara luas penuh rekayasa dan manipulasi.

“Keputusan PN Jakut ini juga berkah dan kemenangan kebenaran atas pendzoliman Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly terhadap Partai Golkar,” selorohnya.

Dia menegaskan keputusan majelis berlaku secara serta-merta dan dapat langsung dilaksanakan walaupun ada upaya hukum lain (banding) yang dilakukan pihak tergugat Munas Ancol, Agung Laksono dan Kemenkumham, Yasona Laoly. Dengan demikian, kata dia, yang berhak menandatangi pencalonan kepala daerah dalam pilkada serentak mendatang adalah Aburizal Bakrie dan Idrus Marham selaku ketua umum dan sekjen Golkar hasil Munas Bali.

“Kita berharap kubu Ancol tidak ‘ngeyel’, tetapi patuh pada hukum,” jelasnya.

Bambang menyatakan keputusan pengadilan tersebut menghukum Agung Laksono dan Yasona Laoly wajib membayar secara tanggung renteng denda kepada Aburizal Bakrie sebesar Rp100 miliar, serta secara otomatis memberikan hak pada Munas Golkar Bali untuk menempati kantor DPP Partai Golkar di Slipi yang selama ini diduduki secara tidak sah oleh kubu Munas Ancol. (sumber)

Surat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Terkait Pengesahan Kubu Agung Laksono sebagai Pimpinan Partai Golkar

Pada Sidang Paripurna ke-22 tanggal 23 Maret 2015 – Bambang menilai Surat dari KeMenHumKam kepada Pimpinan DPR bisa jadi palsu. Bambang saran agar Pimpinan DPR untuk mengembalikan surat tersebut kepada Presiden Joko Widodo untuk diperbaiki redaksinya.

Rencana Strategis Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia 2015-2019

6 April 2015 – Kepada Ketua Komisi 3, Bambang mengatakan tidak keberatan kalau rapatnya sampai jam 10 malam. Bambang berkelakar pada rapat ini ada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) dan ada juga calon Menkumham, Trimedya Panjaitan. Menurut Bambang, Menkumham sekarang melakukan hal yang mencelakakan partai. Menurut Bambang Menkumham harus bisa bedakan mana Musyarawah Nasional (Munas) Golkar yang benar dan mana yang odong-odong. Bambang saran ke Menkumham untuk belajar dari sejarah zaman dualisme PDIP (27 Juli 1997) bukannya memecah belah Golkar dan PPP. Bambang ingatkan Menkumham bahwa bisa perintah bongkar pasang kantor Kemenhumkam untuk perjelas isu PPP dan Golkar seperti saat bongkar Kasus Bank Century. Begitu Hak Angket lolos dari Paripurna, Bambang punya hak bongkar Kemenhumkam agar jelas kebobrokan Menkumham yang menangkan Kubu Munas Ancol (Agung Laksono).

INTERUPSI RAPAT – Bambang garis bawahi ia bicara langsung dengan mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Prof.Harkristuti Harkrisnowo. Menurut beliau putusan Mahkamah Partai Golkar ini ‘draw’. Menurut Bambang jelas malam ini tidak bisa bikin kesimpulan rapat. Bambang beri kesempatan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) merevisi.

Pemilihan Kapolri

10 Januari 2015 – merespon pemilihan Kapolri dimana Presiden Jokowi mengusulkan satu nama tunggal yaitu Budi Gunawan ke DPR, Bambang Soesatyo berpendapat:

“Dalam dua pekan ke depan komisi III akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan untuk Budi Gunawan.”

(baca disini)

14 Januari 2015 – saat Fit & Proper Test untuk Budi Gunawan (BG) diadakan di DPR Komisi III, Bambang menanyakan tentang status BG sebagai TSK oleh KPK: 

18 Januari 2015 – Bambang mengaku bingung dengan langkah Jokowi melantik Plt tanpa persetujuan DPR. Jokowi hanya melakukan pemberhentian Sutarman, tapi tidak melantik BG. Harusnya kedua hal tersebut dilakukan sepaket. Ia menyatakan DPR juga bingung dengan jurus dewa mabuk Jokowi. Seharusnya, menurut Bambang, Jokowi menjalankan keputusan DPR sesuai dengan permintaan dirinya sendiri. Soal permasalahan hukum BG, Jokowi bisa menonaktifkan BG setelah melantik. Semua pihak harus menghormati aturan dan mekanisme yang ada. (sumber Tempo,  “Bambang Soesatyo: Harusnya Jokowi Lantik Budi Gunawan, Lalu Dinonaktifkan, Bukan Angkat Plt.)

6 Februari 2015 – Pimpinan DPR bertemu dengan Presiden beberapa pekan sebelumnya dan mereka membuat pernyataan bahwa dilantik atau tidaknya Budi Gunawan itu keputusan Presiden. Bambang Soesatyo merasa pernyataan ini merendahkan institusi DPR, karena “Menurut Bambang, itu jelas bukan suara DPR, tapi suara pribadi pimpinan. Sebab, sidang Paripurna DPR telah memutuskan dan memberikan persetujuan kepada BG untuk menjadi Kapolri sebagaimana permohonan presiden sendiri dalam suratnya ke DPR.” (baca selengkapnya di sini)

Proses Islah Golkar

6 Januari 2015 – Bambang Soesatyo berkomentar:

“Kubu Agung Laksono menginginkan perundingan islah jalan terus pada 8 Januari 2015. Namun sebaiknya Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (hasil Munas Bali) segera membatalkan dan menghentikan kelanjutan perundingan itu karena tidak ada gunanya lagi.” (baca disini)

Seleksi Direktur Jenderal Pajak

1 Januari 2015 – Bambang Soesatyo mendesak KPK dan PPATK untuk melakukan tracking terhadap sejumlah calon Dirjen Pajak. Ia berkata bahwa orang-orang yang memiliki track record yang bagus tidak lolos, namun yang memiliki rapor merah malah ada yang lolos. Bambang ingin proses seleksi oleh Panitia Seleksi dilakukan secara terbuka. (baca disini)

Kebijakan BBM Baru (harga mengikuti harga pasar, dan adanya subsidi tetap)

31 Desember 2014, Bambang Soesatyo berkomentar:

  • “Anak SD juga tahu, naik Rp.2.000 terus turun Rp.900 ya tetap saja naik Rp.1.100. Dikira rakyat kita masih bodoh kali ya. Penggalangan interpelasi akan terus berlanjut usai reses pertengahan Januari mendatang,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (31/12/2014). (baca disini)

0 Reviews

Write a Review

Read Previous

Bambang Sutrisno

Read Next

Dito Ganinduto