Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
JAKARTA – Keputusan peralihan 75 persen saham BHP Billiton kepada PT Alam Tri Abadi, anak usaha PT Adaro Energy mendapat kritikan keras dari DPR RI.
Anggota Komisi VII RI Fraksi Golkar Dito Ganinduto, menuturkan keputusan peralihan saham BHP Billiton hingga saat ini belum disampaikan ke Pemerintah maupun DPR. Oleh karena itu, DPR RI akan memanggil manajemen BHP Billiton untuk meminta penjelasan pasti terkait hal tersebut.
“Kami akan minta klarifikasi dan panggil BHP Billiton ke komisi VII DPR segera,” kata Dito dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (9/6/2016).
Sebagaimana diketahui, BHP telah resmi menandatangani perjanjian jual beli saham (Share Sales Agreement / SSA) dengan PT Alam Tri Abadi, anak usaha Adaro Energy pekan lalu. Total transaksi jual beli saham tersebut senilai USD120 juta atau sekitar Rp1,56 triliun. Adaro sendiri resmi melaporkan transaksi material tersebut kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa sore kemarin.
Berdasarkan catatan dalam laporan yang di keluarkan BEI, transaksi jual beli saham tersebut akan efektif setelah terpenuhi seluruh persyaratan dalam SSA sekaligus jika telah mendapat izin dari Pemerintah Republik Indonesia.
Atas hal tersebut, Dito menyatakan, DPR akan memanggil BHP Billiton. Di antara agendanya ialah meminta klarifikasi dan memberi penjelasan mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemkab Murung Raya untuk terlibat aktif dalam proses peralihan saham ini. “Itu yang termasuk akan kita bicarakan,” tegasnya.
Pemda Murung Raya mempunyai kewenangan terlibat atas proses peralihan saham tersebut karena tujuh konsesi proyek PT IMC milik BHP Billiton secara keseluruhan berada di wilayahnya.
Hal tersebut pun sesuai dengan amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Minerba Pemda wajib terlibat dalam pengelolaan Tambang. Hal tersebut diatur dalam Bab III Pasal 4 Ayat (1) dan (2) serta Bab IV pasal 6 ayat (1) Huruf N.
Dito menegaskan pihaknya akan mendesak Pemerintah untuk tidak serta merta menyetujui peralihan saham BHP Billiton tersebut. Investasi yang dilakukan oleh BHP sangat merugikan negara.
“Nanti akan kita sampaikan ke pemerintah bahwa pengalihan saham itu harus persetujuan dari DPR. Kita akan minta Pemerintah untuk tidak serta merta menyetujui peralihan saham BHP Billiton karena dari tujuh KK itu baru satu KK yang beroperasi selama 20 tahun, lainnya masih nihil. Itu yang merugikan negara” kata Dito.
Dia pun menyampaikan Pemerintah harus melakukan penyelidikan dan meminta klarifikasi kepada BHP Billiton mengapa sudah 20 tahun pegang konsesi tapi nihil hasil.
Menurutnya BHP Billiton tidak bisa begitu saja secara mudah melakukan proses peralihan saham tanpa meminta izin dari Pemerintah melalui Kementerian ESDM dan Dirjen Mineral dan Batubara.
“Pemerintah dan DPR akan bersama-sama melakukan investigasi dan kajian serius terkait tujuh konsensi dan operasional BHP Billiton selama ini,” tutup Dito.
Secara terpisah, Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir menyatakan membuka peluang kerjasama dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam proses peralihan saham dan pengelolaan tambang PT IndoMet Coal (IMC).
“Nanti akan kita komunikasikan dengan Pak Bupati. Prinsipnya kan bagaimanapun juga kita akan senantiasa untuk terus bekejasama dengan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat,” ujar Garilbadi kepada wartawan.
Sumber: Okezone