Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno mengatakan tidak ada sistem yang sempurna dalam pemilu. Semua sistem menurutnya ada plus minus.
Menurut Dave, dari semua sistem yang ada, sistem pemilu yang menganut proporsional terbuka merupakan sistem terbaik. Sistem tersebut dikatakannya mampu memberikan otoritas, kesempatan, kepada rakyat untuk menentukan siapa yang rakyat inginkan untuk menjadi wakilnya baik di DPRD maupun DPR.
Dave menegaskan bahwa sistem terbuka yang sudah berjalan jangan dilucuti lagi. Menurutnya, bangsa ini pernah mengalami pemilu dengan sistem tertutup. Itu terjadi pada Pemilu tahun 1955, 1971, 1975, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999. Pada Pemilu 2004 sudah menggunakan sistem campuran, terbuka dan tertutup.
“Dan pada tahun 2009 sudah menggunakan sistem terbuka,” kata Dave dalam keterangannya, Rabu (22/2/2023). Hal itu disampaikan Dave saat menjadi pembicara dalam Diskusi Empat Pilar MPR di media center komplek gedung MPR/DPR/DPD, Senayan.
Pemilu yang menggunakan sistem terbuka dari tahun 2009, 2014, dan 2019, menurut Dave merupakan kemajuan demokrasi, karena benar-benar memberikan kesempatan yang terbuka kepada rakyat untuk memilih calonnya. Oleh sebab itu, ia menegaskan jangan sampai hanya untuk kepentingan elite oligarki sistem yang sudah bagus dirusak dan dikembalikan ke masa lalu.
Dave menyatakan Golkar sebenarnya tidak bermasalah bila sistem tertutup digunakan. Dari Pemilu 1971 hingga 2004 yang menggunakan sistem tertutup, Dave menyebut Golkar tetap bisa survive. Namun, pihaknya ingin rakyat memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan.
“Salah satu fungsi anggota parlemen adalah fungsi aspirasi,”tegas Dave.
“Kalau kembali ke sistem tertutup maka aspirasinya akan berkurang bahkan hilang,” lanjutnya.
Ia menekankan jangan sampai demokrasi diberangus, diputus, dihilangkan sehingga tidak ada lagi pendekatan-pendekatan ke masyarakat.
Pembicara lain dalam diskusi itu, Wahyu Sanjaya, membenarkan apa yang dikatakan oleh Dave soal tidak ada sistem pemilu yang sempurna.
“Sistem yang sudah ada, sistem terbuka, sudah baik,” ungkap anggota MPR/DPR dari Fraksi Partai Demokrat itu.
Ia menilai, dengan sistem terbuka tingkat partisipasi pemilih sudah terbaik karena rakyat ingin melihat calon yang mereka dukung bisa terpilih.
“Kalau dikembalikan ke sistem tertutup, kesempatan bagi rakyat untuk mengenal calonnya menjadi berkurang,” ucap Wahyu.
Ia mengingatkan Indonesia telah berjuang demi tegaknya reformasi. Bila kembali ke sistem tertutup disebutnya seperti mengkhianati reformasi. Ia pun menekankan penentuan sistem terbuka atau tertutup sebenarnya domainnya ada di DPR bukan di tempat lain termasuk MK.
Pengamat Politik Ujang Komarudin yang dalam kesempatan itu juga hadir sebagai pembicara menuturkan sistem terbuka memiliki sejumlah sisi positif. Sebab, hanya orang-orang yang bekerja dan dekat dengan rakyatlah yang akan terpilih.
“Bila menggunakan sistem tertutup maka hal yang demikian akan menutup calon-calon dari kalangan aktivis dan orang-orang yang benar bekerja di lapangan,” jelas Ujang.
“Tak hanya itu kembali ke sistem tertutup akan mengembalikan bangsa ini ke masa Orba,” ujarnya.