Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Jakarta — Komisi I DPR melayangkan surat panggilan ke Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Komisi Pertahanan itu berencana mengkonfirmasi keberadaan Desk Pengendali Pusat Kantor Pertahanan (PPKP).
Wakil Ketua Komisi I Meutya Hafid mengatakan, lembaganya telah membicarakan Desk PPKP dalam rapat internal, Senin (23/5) kemarin. Ia berkata, para koleganya ingin menggali dasar pembentukan lembaga yang biasa disebut sebagai kantor pertahanan daerah tersebut.
“Kami ingin tahu kepentingan dan keperluan pembentukan kantor pertahanan di daerah. Apa dasarnya pembentukannya, kan sudah ada kodam,” ucap Meutya melalui sambungan telepon, Selasa siang tadi.
Menurut Meutya, urgensi pemanggilan Komisi I tidak hanya berkaitan dengan anggaran pertahanan yang akan tersedot pada penyelenggaraan kantor pertahanan daerah.
Meutya menilai, pendirian kantor pertahanan daerah juga berlebihan jika hanya untuk mengambil alih urusan administrasi dari badan teritorial seperti komando daerah militer.
“Kantor pertahanan masa mengurus administrasi,” kata dia.
Pada kesempatan terpisah, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Djundan Eko Bintoro menyebut kantor pertahanan daerah telah berdiri sejak tahun 2012 silam.
Ketika itu, kata Djundan, Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 11 Tahun 2012 mencabut tugas pokok dan fungsi Departemen Pertahanan yang diserahkan kepada kodam.
Tugas dan fungsi itu tertuang pada Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan bernomor KEP/012/VIII/1988.
Saat ini kantor pertahanan daerah telah berdiri di seluruh ibu kota provinsi. Tujuh kantor di antaranya dipimpin perwira tinggi TNI berbintang satu.
Pengamat militer dari Universitas Padjajaran, Muradi, menilai pembentukan kantor pertahanan daerah sebagai upaya memisahkan urusan administrasi dan politis dari TNI.
“Ini adalah balancing power yang dapat mengurangi potensi penyalahgunaan kewenangan,” tuturnya.
Muradi berkata, hubungan antara kantor pusat pertahanan dan kodam serupa dengan pola hubungan TNI dan Kemhan di tingkat pusat.
Sebagai lembaga sipil, Kemhan dan kantor pertahanan daerah, kata Muradi, membutuhkan transisi untuk dapat beraktivitas tanpa bantuan perwira aktif TNI.
Keberadaan perwira TNI di lembaga sipil seperti Kemhan dan kantor pertahanan daerah, menurutnya, harus dipandang sebagai kompetisi normal.
“Kalau banyak tentara aktif di sana, itu tantangan bagi warga sipil untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian mereka,” ucapnya.
Sumber: CNNINDONESIA