Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Anggota Komisi I DPR RI, Dave Akbarshah Fikarno memastikan DPR RI dapat segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).
RUU ini mengamanatkan kepada Presiden RI untuk membentuk Lembaga PDP sekaligus menberi kewenangan presiden untuk membuat aturan turunannya seperti peraturan presiden (perpres) dan lainnya untuk dijalankan.
“RUU ini tinggal disahkan dalam paripurna DPR RI dalam waktu dekat ini. DPR memberi otoritas hukum kepada pemerintah bagaimana membentengi keamanan data pribadi ini dengan protokol lebih tegas, aman, dengan sinergi dengan lembaga dan kementerian yang ada,” ujar Dave Akbarshah Fikarno dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk ”Pengesahan RUU PDP, Komitmen DPR Lindungi Data Pribadi” di Media Center Parlemen, Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2022).
Lebih lanjut Dave mengatakan sinergi dengan kementerian tersebut dimaksudkan agar membuat program baru bersama untuk melindungi keamanan data pribadi tersebut. Misalnya, apa perlu merekrut para hecker, untuk menyebarluaskan informasi positif bagi kepentingan bangsa dan negara.
Lalu kenapa hacker tidak bisa ditangkap? Dave mengaku heran kebocoran data yang ramai belakangan ini oleh akun Bjorke, yang tampaknya susah ditangkap. Sosok Bjorke juga susah diidentifikasi apakah berdomisili di dalam negeri atau luar negeri.
Soal sulitnya mengungkap identitas Bjorke, Dave membandingkan kebocoran di Amerika Serikat (AS) yang data intelejennya juga bocor, padahal pengamanannya lebih canggih.
“Ini menjadi pertanyaan saya juga, kenapa hacker itu tak bisa ditangkap? Tapi, jangan juga hacker itu dijadikan musuh bersama,” ujarnya.
Anggota Komisi I DPR RI lainnya, Rizki Aulia Natakusumah mengatakan DPR hanya berharap sistem keamanan data pribadi itu harus benar-benar terjaga, dan ada UU lex spcialist untuk pengendali data kalau terjadi kebocoran. Karena itu, ke depan DPR berharap semua pengendali data tunduk pada UU PDP ini.
Lembaga PDP ini harus di bawah presiden, agar lebih efektif dalam menyelesaikan sengekta di luar pengadilan dan bisa masuk ke semua pihak sehingga tidak ada yang dirugikan. Jangan sampai tajam saat menghadapi swasta, tapi tumpul ketika berhadapan dengan pengendali internal pemerintah sendiri.
Dengan demikian kata Rizki, RUU PDP ini memberi ruang kepada masyarakat untuk menjalankan berbagai bentuk usahanya, dan tentu berbeda sanksinya bagi tukang pulsa dengan google.
Sementara itu, Guru Besar Komunikasi dari Universitas Airlangga, Hendri Subiakto menilai RUU ini merupakan penghargaan pada sistem presidensil karena lembaga ini bertanggungjawab dan di bawah presiden. Seperti BSSN, hanya strukturnya di bawah presiden meski tetap independen dan ketentuannya ditetapkan presiden.
“Inilah sistem presidensil,” ujarnya.
Kedua, RUU ini ketentuan pidananya melengkapi UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), maka siapa saja yang mengumpulkan data pribadi untuk kepentingan pribadi bisa dikenai hukum. Kasus ‘bjorke’ ini justru menjadi momentum untuk segera mengesahkan RUU PDP.
“RUU PDP ini untuk menindak manusia yang tidak bermoral, apalagi motif politiknya lebih besar, memiliki konspirasi politik ini kalau dibiarkan bisa menghancurkan negara. Mengapa terjadi? Karena masih ada PNS yang tidak loyal pada negara,” imbuhnya.
Karena itu dengan RUU PDP ini nantinya presiden bisa melakukan investigasi langsung terhadap hecker atau pembocor data pribadi tersebut.
“Hanya saja meski RUU PDP ini disahkan tidak ada jaminan tidak akan ada kebocoran data pribadi tersebut, karena masalah ini persoalan mental, politik, dan sebagainya. Lembaga PDP ini bertanggungjawab langsung kepada presiden,” ujar Henri.