Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah mendorong adanya partisipasi publik yang luas dalam penyusunan revisi Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003. Sebab, baik Naskah Akademik (NA) maupun RUU yang menjadi inisiatif dari pemerintah tersebut, hingga kini dinilai belum dibuka ke publik sehingga belum dapat dicermati bersama-sama.
“Nah sekarang yang perlu kita dorong adalah partisipasi publik dalam penyusunan UU ini,” ujar Ferdi, dalam salah satu webinar yang dilakukan secara daring, Minggu (6/3/2022). Oleh karena itu, dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada 2019 silam, pemerintah yang diwakilkan oleh Kemendikbudristek dan Kemenkumham saat itu, memutuskan bahwa revisi RUU Sisdiknas sudah masuk dalam long-list prolegnas 2020-2024.
Namun, hingga kini, Presiden Joko Widodo belum memberikan Surat Presiden (Surpres) secara resmi yang menunjuk wakil dari pemerintah untuk membahas RUU tersebut bersama DPR. “Maka sebenarnya apabila sudah beredar NA dan RUU ini sebenarnya belum resmi. Karena presiden belum mengirimkan Surat Presiden yang menunjuk perwakilan pemerintah untuk membahas bersama DPR,” urai Ferdi.
Di sisi lain, Ferdi menduga NA dan RUU tersebut belum disampaikan ke publik karena belum memiliki visi yang sama dengan Presiden Jokowi tentang pembangunan SDM unggul, semangat mencerdaskan kehidupan bangsa (Pembukaan UUD 1945), dan Pasal 31-Pasal 32 (Bab XIII UUD 1945 tentang Pendidikan dan Kebudayaan).
“Kenapa kecurigaan ini muncul? Karena kalau Naskah Akademik itu ada dan dibuka untuk umum kita bisa lihat. Karena itu, yang saya khawatirkan justru karena memang belum siap itu, pemerintah menunggu masukan dari masyarakat,” tambah Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI ini.
Selain itu, menurutnya, minimal ada tiga syarat utama dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, yaitu landasan yuridis, filosofis, dan sosiologis. Dari sisi yuridis, RUU Sisdiknas tersebut harus mengacu pada Pembukaan dan Batang Tubuh pada Bab XIIII UUD 1945 di atas tentang Pendidikan dan Kebudayaan. “Berarti logikanya, pendidikan kita harus berbasis budaya Indonesia,” tegasnya.
Dari sisi filosofis, pendidikan Indonesia harus sesuai dengan yang diajarkan oleh founding fathers seperti Ki Hadjar Dewantara atau ajaran dari filsuf yunani, seperti Aristotales, Socrates, dan sebagainya sepanjang hal tersebut sesuai dengan budaya Bangsa Indonesia. “Jadi pendidikan yang rasa Bangsa Indonesia,” pesannya. Terlebih, pendidikan Indonesia, menurutnya harus berkontribusi terhadap Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Sehingga, baik NA maupun RUU Sisdiknas tersebut harus bisa menjawab semua tantangan tersebut mulai dari pembukaan hingga pasal-pasal di dalamnya.
“Kalau pelibatan masyarakat dari awal dengan niat baik tentu akan mempermudah pembahasan selanjutnya ketika Surpres tersebut telah disampaikan presiden ke DPR. Jadi ketika dilakukan uji public ke masyarakat dititikberatkan yang masih ada masalah Bukan hanya sampaikan NA dan RUU nya. Namun, Kemdikbudristek selaku wakil dari pemerintah itu menyampaikan pasal-pasal ataupun masalah-masalah utama yang masih belum bisa terjawab dengan baik. Uji publik itulah yang berfungsi,” tutup inisiator pertama revisi RUU Sisdiknas pada DPR RI periode 1999-2004 ini.