Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Informasi pribadi | |
---|---|
Tempat Lahir | Pati |
Tanggal Lahir | 02/04/1953 |
Informasi Jabatan | |
---|---|
Partai | Golkar |
Dapil | Jawa Tengah III |
Komisi | IV – Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, Pangan |
Latar Belakang
Firman Soebagyo, pria kelahiran Pati, Jawa Tengah pada tanggal 2 April 1953 berhasil terpilih kembali menjadi Anggota DPR-RI periode 2014-2019 dari Partai Golongan Karya (GOLKAR) dari Dapil Jawa Tengah III setelah memperoleh 90.757 suara. Firman adalah seorang kader dan politisi senior dari Partai Golkar. Untuk periode 2009-2014, Firman bertugas menjadi Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI yang membidangi masalah Pertanian, Kelautan, Bulog dan Kehutanan. Periode 2014-2019, ia adalah anggota Komisi IV, Wakil Ketua Badan Legislasi, dan Januari 2016, ia juga menjadi anggota Badan Musyawarah DPR-RI.
Pendidikan
S1, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (tidak jelas kapan masuk dan keluarnya)
S2, Universitas Padjajaran, Bandung (2008)
Perjalanan Politik
2014, Ketua Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Jawa II Partai Golkar
2004-2009, Partai Golkar, Ketua DPP Bidang Kesejahteraan, Jakarta
2009-2010, Partai Golkar, Ketua DPP Bidang Usaha Kecil Menengah dan Koperasi, Jakarta
2010-2015, Partai Golkar, Ketua DPP Bidang Pemilu, Jakarta
2009-2014, DPR/MPR-RI, Anggota, Jakarta (Wakil Ketua Komisi 4)
1997-1999, MPR-RI, Anggota, Jakarta
Visi & Misi
“Membangun Indonesia dari Desa” dimana rakyat di pedesaan (yang umumnya adalah petani dan nelayan) bukan hanya menjadi subjek tetapi berdaya sendiri dan menjadi tulang punggung desanya karena mereka berbasis pemilik usaha (UKM dan koperasi).
Sikap Politik
UU Kehutanan
5 Januari 2016 – (TribunNews) – Politisi DPR berharap putusan PN Palembang di Sumatera Selatan yang menolak gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terhadap pembakaran hutan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) pada 30 Desember 2015, jangan dinilai tendensius.
Majelis hakim diyakini mengambil keputusan berdasarkan data, fakta, dan UU yang ada.
“Hakim dalam mengambil keputusan selalu berdasarkan fakta hukum bukan opini. Jadi jangan tendensius menilai hakim,” ujar politisi senior Golkar yang duduk di Komisi IV Bidang Pertanian dan Kehutanan, Firman Subagyo, Selasa (5/1/2016) menanggapi banyaknya suara yang mempertanyakan hasil putusan tersebut.
Firman Subagyo yang juga pimpinan Komisi IV ini menegaskan dirinya tidak ingin membela hakim atau pengusaha yang terkait dalam kasus ini, hal itu semata ingin meluruskan pandangan masyarakat saja. Sebab dirinya banyak tahu soal kebakaran hutan dan UU yang lemah.
“Saya tidak dalam posisi membela hakim atau pengusaha, tapi saya mengerti persoalan yang diproses dalam pengadilan itu. Jadi saya paham mengapa majelis hakim di bawah pimpinan Parlas Nababan memutuskan menolak gugatan perdata kementerien LHK,” katanya.
Firman mengajak mereka yang keras memprotes dan juga LSM yang menolak putusan itu, untuk melakukan evaluasi masalah yang terjadi, juga evaluasi atas regulasi yang ada.
“Kalau LSM punya data yang dapat memperkuat gugatan Kementerian LHK, ya dibantu dong, biar pemerintah kuat, bukan cuma protes saja,” katanya.
Menurut Firman, kelemahan gugatan Kementerian LHK sehingga ditolak majelis hakim karena data dan basis UU-nya lemah.
“Coba Anda baca, apakah ada tuntutan sangat besar yakni 7,9 triliun rupiah yang diajukan pemerintah, ada dasar hukumnya? Kan tidak ada, makanya kalah. Dan ini jadi memalukan,” ujarnya.
Jangan dengan mengajukan tuntutan 7,9 triliun itu seolah Pemerintah gagah dan ingin membuat jera mereka yang dituduh membakar lahan/hutan, padahal data dan dukungan aturan/UU-nya lemah.
”Jadi masyarakat jangan diberi angin surga alias janji manis, padahal sesungguhnya hal itu sangat lemah dan mudah dipatahkan hakim,” katanya.
Firman yang juga sebagai pimpinan Badan Legislasi DPR, mengajak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh menyangkut sejumlah regulasi atau UU tentang kehutanan agar tidak tumpang tindih dan yang terpenting, pemerintah juga melaksanakan UU tersebut. (sumber)
RUU Penjaminan
14 Desember 2015 – Firman mewakili Fraksi Golkar setuju agar RUU Penjaminan dibawa ke paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang. Firman juga menyampaikan surat dari Fraksi Hanura yang berisi persetujuan agar RUU Penjaminan dibawa ke paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
27 Mei 2015 – Firman menegaskan bahwa selama ini landasan hukum untuk penjaminan belum ada undang-undangnya.
RUU Pengampunan Pajak
26 November 2015 – Menurut Firman, DPR merasa terpanggil menyikapi pemasukan negara yang defisit luar biasa ini. Menurut Firman masalah APBN merupakan tanggung jawab bersama, dan Pemerintah belum mengambil upaya. Sementara menurut Firman, DPR ingin agar upaya pemasukan negara tidak bersumber dari utang luar negeri. Firman menegaskan pengampunan pajak di beberapa negara memang tidak hanya sekali coba dan berhasil.
Firman menawarkan kepada forum rapat, apakah RUU Pengampunan Pajak dimasukkan Prolegnas atau tidak. Untuk rapat selanjutnya DPR akan mengundang pihak-pihak lain, agar RUU ini dapat digunakan untuk menyelamatkan negara. Firman juga meminta sebaiknya DPR melakukan diskusi mengenai substansi-substansi terkait RUU ini terlebih dahulu dengan pemerintah.
RUU Kewirausahaan Nasional
23 November 2015 – Menurut Firman di negara-negara maju, seperti Italia, Jepang, dan Korea, Usaha Kecil Menengah (UKM) menjadi bumper ekonomi utama dan ekonomi nasional. Perbedaannya, menurut Firman adalah kewirausahaan nasional di Indonesia belum memiliki undang-undang sebagai payung hukum. Firman mendukung untuk mengutamakan kepentingan nasional di atas segala-galanya.
RUU Pertembakauan
17 September 2015 – Firman menegaskan kembali bahwa DPR merupakan representasi dari seluruh rakyat Indonesia. Firman juga telah menerima perwakilan dari BEM UI dan Yayasan Jantung Sehat tentang RUU ini. Dalam waktu dekat, pihaknya akan mengundang perwakilan dari aspek lain, seperti industri dan kesehatan untuk mencari jalan terbaik dalam mengayomi semua hak-hak warga masyarakat.
RUU Kebudayaan
15 September 2015 – Firman menegaskan sikap dari fraksinya yaitu mendorong dan mendukung RUU Kebudayaan ini. Firman memberikan apresiasi ke Komisi 10 yang telah mengajukan Naskah Akademik dan draft RUU Kebudayaan. Firman menilai undang-undang ini penting dan strategis untuk pelestarian kebudayaan. Firman menghimbau agar pada saat rapat Prolegnas ada perwakilan Komisi 10 yang hadir.
Usulan Perubahan UU MD3
Pada 31 Agustus 2015 – Firman menyampaikan beberapa hal terkait:
- Hari Legislasi. Firman menganggap hal tersebut adalah penting. Namun, Firman mempertegas nantinya jika ada Hari Legislasi maka reses tidak perlu dikurangi. Di mana 1 bulan menjadi 3 minggu, lalu 3 minggu menjadi 2 minggu sehingga sisanya bisa digunakan untuk Hari Legislasi.
- UU MD3. Jika Badan Legislasi (Baleg) mengacu pada UU MD3 maka sebenarnya Deputi Perundang-Undangan DPR-RI (PUU) tidak mempunyai otoritas. Akan tetapi, DPR tidak mempunyai Tenaga Ahli (TA) sehingga diserahkan ke Deputi PUU.
- UU Akademik. Ke depannya supaya Baleg bisa bekerja sama dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang mempunyai otoritas menyusun UU Akademik.
- Sistem penyusunan UU Akademik. Firman mengusulkan agar menggunakan sistem secara kelembagaan melalui rektor, bukan secara oknum atau perorangan. Bertujuan agar PTN dan rektornya mempunyai tanggung-jawab. Terkait hal tersebut, Deputi PUU juga diberi kesempatan.
- UU yang disusun Prolegnas. Adanya ketidak-siapan antara Komisi dan Pemerintah.
- Yudisial Review. Agar tidak terkena yudisial review, lebih baik yang memberi penjelasan adalah orang-orang yang ikut membahas sehingga bisa menguatkan. Selain itu, harus ada Panitia Kerja (Panja) yang membahas.
UU Pertanahan
18 Juni 2015 – Firman beri dukungan atas RUU Pertanahan yang masuk Prolegnas Prioritas 2015 ini. Firman harap RUU Pertanahan ini menjadi solusi pertanahan yang marak di masyarakat. Firman menggaris-bawahi bahwa kita belum punya ketentuan-ketentuan hukum terkait masyarakat adat, sedangkan masyarakat banyak yang masih menggunakan hukum adat. Firman minta perhatian khusus Badan Legislasi (Baleg) untuk harmonisasi dengan masyarakat adat.
Firman menyoroti bahwa dalam pelaksanaan UU Pokok Agraria ini banyak terdapat ‘mafia tanah’ dengan kekuatan yang luar biasa. Menurut Firman tanah untuk pertanian dan produksi pangan harus dilindungi dengan sungguh-sungguh. Tanah pertanian harus memiliki payung hukum yang jelas agar Indonesia bisa mencapai ketahanan pangan. Firman minta perhatian khusus Baleg agar tanah pertanian diberikan pasal yang kuat agar tidak dialih-fungsikan. Menurut Firman dengan adanya UU Pertanahan tanah pertanian benar-benar dijaga agar tidak ada orang-orang yang akan menyalah-gunakan.
UU Perlindungan Nelayan dan Pembudi Daya Ikan
4 Juni 2015 – Menurut Firman secara filosofis Indonesia adalah bangsa pelaut. Bangsa yang kaya akan kekayaan laut. Menurut Firman pembuatan UU Perlindungan Nelayan ini sebaiknya jangan gunakan terlalu banyak konsep. Firman menilai UU ini baiknya untuk penguatan bukan pemberdayaan. Firman ajak untuk lindungi posisi nelayan yang ada sekarang dan perbanyak turun ke lapangan. Firman tekankan bahwa UU ini adalah instrumen yang bisa mensejahterakan rakyat dan bila ada gagasan yang irrasional, Firman akan hapus. Firman tegaskan bahwa ia tidak ingin esensi dari UU ini memberikan peraturan yang sewenang-wenang dan memberatkan rakyat dalam implikasinya.
Tanggapan
Putusan Hakim Parlas Nababan terhadap Pembakaran Hutan PT.Bumi Mekar Hijau
5 Januari 2016 – (JawaPos) – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo mengajak masyarakat tidak tendensius dalam menyikapi Putusan Pengadilan Negeri Palembang di Sumatera Selatan, Rabu, 30 Desember 2015, yang menolak gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terhadap pembakaran hutan PT Bumi Mekar Hijau (BMH). Pasalnya, ujar Firman, untuk mengambil sebuah keputusan, Majelis Hakim pasti berdasarkan data, fakta, dan Undang-Undang yang berlaku.
“Hakim dalam mengambil keputusan selalu berdasarkan fakta hukum, bukan opini. Jadi publik jangan tendensius menilai hakim,” kata Firman Soebagyo, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (5/1), menyikapi banyaknya suara negatif terkait putusan hakim Parlas Nababan.
Menurutya, ajakan agar tidak tendensius terhadap hakim Parlas Nababan, jangan diartikan untuk membela hakim atau pengusaha yang terkait dalam kasus ini.
“Saya tidak dalam posisi membela hakim atau pengusaha, tapi saya mengerti persoalan yang diproses dalam pengadilan itu. Jadi saya paham mengapa majelis hakim dipimpin Parlas Nababan memutuskan menolak gugatan perdata Kementerien LHK,” tegasnya.
Selain itu, Firman juga mengajak mereka yang keras memprotes dan juga LSM yang menolak putusan itu, untuk melakukan evaluasi masalah yang terjadi, juga evaluasi atas regulasi yang ada.
“Kalau LSM punya data yang dapat memperkuat gugatan Kementerian LHK, ya dibantu dong, biar pemerintah kuat, bukan cuma protes saja,” pinta politikus Partai Golkar ini.
Firman menjelaskan kelemahan gugatan Kementerian LHK sehingga ditolak majelis hakim karena data dan basis UU-nya lemah. “Coba Anda baca, apakah ada tuntutan sangat besar yakni 7,9 triliun rupiah yang diajukan pemerintah. Apa dasar hukumnya? Kan tidak ada, makanya kalah. Dan ini jadi memalukan,” ujarnya.
Kesannya, dengan mengajukan tuntutan Rp.7,9 Triliun itu seolah pemerintah gagah dan ingin membuat jera mereka yang dituduh membakar lahan/hutan. Padahal data dan dukungan aturan/UU-nya lemah.
“Jadi masyarakat jangan diberi angin surga alias janji manis, padahal sesunguhnya hal itu sangat lemah dan mudah dipatahkan hakim,” ungkapnya.
Menurutnya, sebagai pimpinan Badan Legislasi DPR, anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jawa Tengah III ini mengajak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh menyangkut sejumlah regulasi atau UU tentang kehutanan agar tidak tumpang-tindih.
“Yang terpenting, pemerintah harus melaksanakan UU tersebut,” katanya. (sumber)
Program Legislasi Nasional 2016
10 Desember 2015 – Menurut Firman suatu RUU yang akan dibahas tentu harus melihat tingkat urgensinya. Firman meminta forum bersepakat bahwa semua RUU juga ditaati (Naskah Akademik). Firman menekankan bahwa satu-satunya yang akan selesai akhir tahun ini adalah RUU Penjaminan.
Firman menilai bahwa pembahasan RUU ternyata terhambat sejak pembahasan di Komisi dan juga terkendala karena menteri yang diundang tidak datang. Firman menyampaikan keluhan ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) bahwa koordinasi yang dilakukan dengan kawan lintas Komisi, banyak ditemukan menteri-menteri yang diundang ke rapat tidak hadir, bahkan kadang tidak hadir dalam pembahasan. Firman berharap nantinya untuk Prolegnas 2016 sepakat harus melihat urgensinya. Batasan-batasan ukuran akan dipakai untuk menyeleksi di Prolegnas 2016. Satu tahun hanya dua rancangan per Komisi.
Ancaman Pengunduran Menteri Kelautan dan Perikanan
2 November 2015 – (HanTer) – Anggota Komisi IV DPR RI Firman Subagyo, menilai, ancaman pengunduran menteri Susi sudah sepatut dan layaknya tidak perlu dimasalahkan. Pasalnya dari beberapa kebijakan menteri Susi semua terkesan tidak pro rakyat.
“Kalau saya pikir lebih cepat lebih baik (mengundurkan diri) daripada menjabat menteri tetap menyengsarakan rakyat,” kata Firman kepada Harian Terbit, Senin (2/11/2015).
Firman berpandangan, selama Menteri Susi menjabat sebagai Menteri KKP, selama itu jarang sekali kebijakan yang dia ambil dapat berpihak kepada rakyat.
Dan kali ini dengan ancaman akan mundur karena keinginan tidak dipenuhi, maka seharusnya Susi dapat sadar diri kalau tidak semua keinginannya harus dipenuhi.
“Seharusnya Susi dapat memahami tugas dan fungsinya sebagai Menteri harus membuat kebijakan yang dapt mensejahterakan rakyat selama ini justru kebijaknya terbalik semakin mensengsarakan rakyat,” tukas politikus Golkar ini.
Seperti diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti memilih mengundurkan diri dari jabatannya daripada membiarkan penggunaan alat penangkap ikan (API) pukat hela (trawl) dilegalkan. Pernyataan itu dia sampaikan di depan anggota Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).
“Tapi, kalau arad (alat tangkap ikan jenis trawl) ditarik sama kapal 100-200 GT, dibawa pakai pemberat begitu, ditarik dua perahu, apalagi sepanjang 50 kilometer, serem Pak. Kalau saya diharuskan gitu, saya resign Pak dari pekerjaan saya,” ujar Susi di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Senin (7/9/2015).
Susi menjelaskan, pengunaan trawl oleh kapal-kapal besar selama ini memiliki efek yang dahsyat terhadap ekosistem bawah laut. Kerusakan parah akan jelas terlihat setelah alat tangkap itu digunakan.
“Karena lihat kerusakannya itu luar biasa. Makin efektif alat tangkap itu makin kejam sama ekosistem,” kata dia.
Bahkan, lanjut Susi, apabila trawl ditarik dengan menggunakan kapal 800 GT dengan luas 100 kilometer, dipastikan kerusakan ekosistem bawah laut akan lebih parah.
Sebelumnya, Susi memastikan penggunaan alat penangkapan ikan jenis trawl atau pukat atau cantrang tak lagi diperbolehkan. Aturan tersebut diatur dalam Permen KP No 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Andai pemerintah daerah ingin memberikan izin kepada kapal nelayan di atas 30 GT, kapal tersebut hanya bisa beroperasi di bawah 12 mil, wilayah yang menjadi otoritas provinsi.
Pasalnya, Susi mengatakan, nelayan di daerah lain tidak ingin wilayah perairannya dirusak karena pengunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan itu.
Ke depan, pihaknya akan mengatur alat tangkap purse seine atau pukat cincin. Menurutnya, tanpa aturan alat tangkap tersebut akan berbahaya. Cara kerja pukat cincin adalah dengan melingkari suatu area yang menjadi tempat gerombolan ikan dengan jaring. Selanjutnya, jaring bagian bawah dikerucutkan, dengan demikian ikan-ikan terkumpul di bagian kantong.
“Caranya dengan mengatur jumlah tangkapan. Dengan mengatur alat tangkap. Yang tidak mendegradasi lingkungan, purse seine jika dilepas tanpa aturan akan berbahaya. Kita harus mulai ukur, wilayah tangkap berapa luasannya dan jumlah kapalnya berapa,” jelas Susi.
Alat tangkap rawai tuna dengan ukuran di atas 30 GT diperbolehkan melakukan kegiatan penangkapan ikan pada jalur penangkapan III (12 mil laut ke atas).
Untuk kapal penangkap ikan yang menggunakan alat tangkap rawai tuna dan merupakan kapal buatan luar negeri dengan ukuran di atas 30 GT tidak diterbitkan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). (sumber)
Harga Daging Mahal Menjelang Lebaran
18 Juli 2015 – (Inilah.com) – Dikatakan Anggota Komisi IV DPR asal Partai Golkar, Firman Soebagyo, tahun depan tidak boleh terulang lagi. Artinya, pemerintah sudah memiliki sistem atau perangkat untuk menstabilkan harga pangan menjelang peringatan hari-hari besar.
“Tahun depan, tidak boleh terjadi lagi. Jelas ini kesalahan pemerintah. Kalau sudah diantisipasi jauh-jauh hari, tidak akan begini,” kata Firman di Jakarta, Jumat (17/7/2015).
Ya, Firman benar. Saat ini, harga daging sapi berkualitas sudah di atas Rp 130 ribu per kilogram. Sedangkan daging sapi berkualitas sedang mencapai Rp 120 ribu per kilogram.
“Semua pihak yang kompeten harus legowo mengakui ini. Harus dilakukan evaluasi terhadap neraca kebutuhan, neraca produksi nasional serta stok. Datanya harus akurat dan updated. Agar mudah membuat sistem pengendaliannya,” kata mantan Ketua Komisi IV itu.
Terjadinya lonjakan harga daging, Firman menunjuk hidung Menteri Perdagangan Rachmat Gobel harus bertanggung jawab. Menunjukkan kegagalan sang mendag dalam menjalankan tugas sebagai stabilisator harga. “Kenaikan harga daging menunjukkan kegagalan pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan,” pungkasnya. (sumber)
Tenaga Harian Lepas – Tenaga Bantu Penyuluh
2 Juli 2015 – Firman menilai peran dan fungsi Penyuluh Lapangan adalah kunci dari Indonesia menuju swasembada pangan. Firman kesal karena menilai belum ada perubahan sama sekali mengenai penyuluh dari tahun lalu dimana Firman adalah Ketua Komisi 4. Firman pertanyakan komitmen Pemerintah untuk saudara-saudara kita yang masih menjadi Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu (THL-TB).
Firman sindir Pemerintah karena yang selalu menjadi alasan adalah tidak ada regulasi dan payung hukum. Firman tanya ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) apakah UU No.16 Tahun 2006 tentang penyuluh dan UU No.18 Tahun 2012 tentang pangan masih belum jelas untuk melindungi hak penyuluh pertanian. Firman garis bawahi ke Kemenpan-RB bahwa tidak semua daerah di Indonesia merupakan daerah potensi pertanian. Menurut Firman Pemerintah harus sinkronkan antara kebutuhan daerah dan jumlah penyuluh.
Firman tantang mitra-mitra dari Kemenpan-RB, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tunjukkan ke Firman regulasi dan UU mana yang menghambat kesejahteraan penyuluh dan Firman janji akan langsung dilanjutkan ke Badan Legislasi (Baleg) untuk diselesaikan dalam 24 jam. Firman sindir Kemenpan-RB untuk jangan buat nomenklatur aneh-aneh karena APBN kita sudah defisit besar. Firman geram dan menyoroti Kementerian Keuangan (Kemenkeu) karena menurut Firman selalu menggunakan alasan tidak ada uang kalau sudah untuk rakyat. Tapi kalau sudah untuk pegawai Bea Cukai atau pegawai Bank Indonesia semua langsung di tanda-tangan dan oke-oke aja.
Mengendalikan Harga Bahan Pokok di Pasar
16 Juni 2015 – (Viva News) – Anggota Komisi IV DPR, Firman Soebagyo, meminta pemerintah agar segera mengatur mekanisme pasar guna mengendalikan harga bahan pokok di pasar.
“Ini regulasinya harus diatur dan sebenarnya sudah ada dalam Undang-Undang pangan. Ini dilakukan agar petani sebagai produsen juga dapat menikmati keuntungannya,” ujar Soebagyo.
Menurutnya, harga bahan pokok seharusnya jangan diserahkan kepada mekanisme pasar karena pedagang bisa menetapkan harga yang tinggi. ”Harus diatur regulasinya, ada harga eceran tertinggi dan eceran terendah agar pedagang hanya bermain di keuntungan yang sudah ditetapkan. Jadi tidak serta merta para pedagang mempermainkan harga,” ungkap Soebagyo.
Ia mengatakan bahwa kalau harga ditetapkan oleh mekanisme pasar, maka ini akan sangat memberatkan para petani. “Contohnya kentang, harganya Rp4000 per kilo, di supermarket itu bisa sampai Rp8000 – 10.000 per kilo. Artinya ini kan keuntungan terbesar dari pedagang. Apalagi kalo di supermarket besar itu cara bayarnya kan tidak langsung dibayarkan tapi pake giro mundur, bisa satu atau dua bulan. Ini tentu juga memberatkan petani,”ujarnya.
Untuk menghindari lonjakan harga yang terlalu tajam, Firman juga menegaskan pemerintah untuk memastikan agar tidak terjadi penumpukan bahan pokok di suatu wilayah.
“Kalau menumpuk di satu tempat nanti juga bisa mempengaruhi harga, bisa drop jauh dibawah harga pasar, dan petani juga rugi atau sebaliknya kalau nanti kebutuhan meningkat dan dikuasai oleh para pedagang, maka lonjakan harga luar biasa, yang menikmati bukan petani tapi para pedagang,” ujarnya.
Soebagyo juga mengatakan bahwa kita saat ini menegaskan kepada pemerintah agar menghitung stok. “Stok itu ada dimana, kemudian kebutuhan tertinggi dimana, sehingga distribusi jangan menunumpuk di satu tempat”, lanjutnya.
Oleh karena itu, Firman meminta Bulog untuk memperbaiki manajamen, sitem, dan regulasinya. “Jangan diserahkan kepada mekanisme pasar, dan harus ada proteksi dari pemerintah,” kata dia. (sumber)
Evaluasi Program Legislasi Nasional RUU Prioritas 2015
11 Juni 2015 – Firman menggaris-bawahi bahwa baik Pemerintah maupun Komisi-Komisi tidak bisa menepati apa yang disepakati dalam rapat Prolegnas. Dan banyak komisi yang belum menyiapkan draft dan Naskah Akademik RUU Prioritas 2015. Firman menilai masing-masing komisi harus konsisten dengan Prolegnas yang mereka prioritaskan dan benar-benar ditindaklanjuti.
Firman menegaskan ke Komisi 4 bahwa pada pembahasan Prolegnas 2015 ada perdebatan terkait RUU Kedaulatan Pangan. Menurut Firman RUU Kedaulatan pangan belum menjadi prioritas karena sudah ada undang-undang yang mirip, jadi tidak perlu direvisi dulu.
Firman saran ke Baleg untuk panggil pimpinan komisi-komisi terlebih dahulu untuk tanya kesiapan mereka sebelum memutuskan setuju atau tidak atas usulan RUU Prioritas 2015. Menurut Firman tidak ada keharusan bahwa penyusunan Naskah Akademik dilakukan oleh Deputi Perundang-Undangan DPR-RI. Firman mengundang pengusul undang-undang dari Komisi 9 dan Komisi 10 minggu depan untuk membahas Naskah Akademik sebelum hari selasa.
Anggaran Badan Urusan Logistik (Bulog) 2016
10 Juni 2015 – Firman akhir-akhir ini mendukung Bulog. Menurut Firman pada Ibu Lenny terlalu banyak harapan di pundaknya. Firman menilai Ibu Lenny cocok di perbankan, tapi Bulog sangat berbeda. Firman menggaris bawahi bahwa Pak Djarot Kusumayakti pun latar belakangnya sama, dari perbankan. Menurut Firman Bulog dilematis dan sampai kapan pun Pak Djarot Kusumayakti tidak akan bisa mengatasi ‘Mafia Beras’ karena ketika Bulog beli beras diatas harga HPP, Bulog melanggar Inpres.
Menurut Firman seharusnya Presiden Joko Widodo tidak umumkan Pemerintah tidak akan lakukan impor karena dampaknya ‘Mafia Beras’ langsung beraksi. Firman ajak Bulog untuk sama-sama evaluasi sistem regulasi Bulog yang ada sekarang karena Firman menilai masalah raskin juga ada di Inpres. Menurut Firman kesalahan keakuratan data dari pusat lah yang membuat raskin bermasalah. Sangat ironis karena justru yang miskin yang tidak menerima dan mayoritas yang menerima adalah petani.
Firman harap masalah kelangkaan pangan ini jangan dibebani ke Bulog. Firman ingin UU Pangan jangan lama-lama diselesaikan. Firman ingin peran Bulog diperbaiki dan tidak dijadikan ‘komoditas politik’ saja karena masalah pangan adalah amanat konstitusi. Firman janji DPR serta merta mendukung Bulog karena isu pangan ini masalah yang paling utama.
Polisi Parlemen
10 Juni 2015 – Firman menekankan bahwa hari ini Badan Legislasi (Baleg) mendapat tugas untuk membuat tata-tertib pengamanan kompleks DPR, MPR dan DPD dan sudah mengundang ketiga Sekretariat Jenderalnya masing-masing. Firman menyayangkan bahwa gedung parlemen sistem keamanannya sangat lemah walaupun sering dikunjungi oleh tamu-tamu VVIP. Firman menekankan urgensi dari sistem pengamanan dan ketiga Sekretariat Jenderal dari DPR, MPR dan DPD sepakat perlunya Polisi sebagai garda terdepan.
Menurut Firman masyarakat boleh masuk tapi tetap harus ada pengamanan. Firman mencontoh di Amerika Serikat ataupun di Jepang dimana telah ada Polisi Parlemen dan ada aturan hukumnya. Firman berharap tidak ada lagi media yang menulis hal-hal negatif terkait Polisi Parlemen. Firman mengajak semua pihak untuk positive thinking. Polisi Parlemen ada bukan untuk membatasi tetapi demi keamanan kita bersama.
Mekanisme Pemantauan & Peninjauan Pelaksanaan Undang-Undang
28 Mei 2015 – Menurut Firman Badan Legislasi (Baleg) harus sudah mulai inventarisasi undang-undang yang melibatkan pemerintah dan beberapa undang-undang yang dianulir dan overlapping karena terdapat banyak Peraturan Pemerintah (PP) yang tidak sejalan dengan undang-undang.
Firman menyoroti ada 6 Undang-Undang yang ‘tumpang-tindih’ dalam UU Tata Ruang sehingga sampai sekarang tidak selesai-selesai. Firman menekankan bahwa makna dari pemantauan keluar adalah melihat apakah undang-undang benar-benar bisa di implementasikan di masyarakat atau tidak. Menurut Firman banyaknya undang-undang yang di judicial review dan DPR kalah artinya komisi-komisi tidak memahami substansi.
Firman saran Baleg untuk melakukan kunjungan kerja ke Malaysia atau Hong Kong untuk UU Tenaga Kerja untuk melihat implementasi undang-undang ini.
Laporan Penyusunan RUU di Komisi-Komisi
28 Mei 2015 – Firman menegaskan bahwa agenda rapat hari ini bukan untuk membahas substansi tapi untuk mengevaluasi progress dari penyusunan undang-undang. Firman menambahkan bahwa Badan Legislasi (Baleg) sedang mencari lembaga untuk diberi kontrak untuk menyediakan Naskah Akademik dan draft undang-undang.
Rencana Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan
27 Mei 2015 – Firman menegaskan bahwa yang dibahas Komisi 4 adalah alih fungsi hutan bukan tata ruang. Menurut Firman Komisi 4 perlu undang Direktur Jenderal Planologi untuk membahas per poligon, koordinat dan peruntukannya. Firman menilai Komisi 4 harus membahas isu ini dengan hati-hati dan cermat, tidak bisa seperti sekarang ini.
Evaluasi Kinerja Kementerian Pertanian
26 Mei 2015 – Menurut Firman setiap menjelang ramadhan, kita selalu ada masalah pangan. Jangan sampai kita terkecohkan dengan isu Beras Plastik ini. Menurut Firman seharusnya Presiden Joko Widodo tidak terlalu cepat beri pernyataan bahwa kita akan berhenti impor. Pemain baru jadi banyak yang masuk dan harga beras melambung luar biasa.
Firman menegaskan bahwa hari ini dia bela Bulog. Menurut Firman Bulog harus diperkuat. Firman kecewa kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang mengatakan bubarkan saja Bulog. Firman setuju Bulog ini dievaluasi manajemen dan sumber daya manusianya. Tapi Firman tidak setuju lembaganya dibubarkan. Firman menilai isu Beras Plastik adalah indikasi adanya ‘mafia beras’ yang bermain dan menjelekkan citra Bulog. Kebijakan HPP ini membuat Bulog kalah tawar dengan pihak swasta. Namun pihak swasta tidak jual langsung ke masyarakat. Menurut Firman pihak swasta akan simpan beras itu untuk dijual saat ramadhan, dimana harganya itu naik luar biasa.
Sehubungan dengan isu Beras Plastik, Firman minta klarifikasi dari Menteri Pertanian (Mentan) mengenai status duduk-kebenarannya. Menurut Firman, Sucofindo menyatakan itu positif. Tapi hasil forensik Mabes Polri menyatakan negatif. Menurut Firman seharusnya Bea Cukai harus diminta bertanggung jawab untuk beras-beras yang mereka loloskan. Firman tekankan ke Mentan perlunya kerja sama lintas sektor untuk mencapai swasembada pangan.
Tata Kelola Badan Legislasi – Kinerja Legislasi
25 Mei 2015 – Firman menanyakan apakah revisi wewenang Badan Legislasi (Baleg) di UU MD3 terbukti mengefisiensikan legislasi? Atau malah dampaknya terbalik, tanyanya. Firman sepakat dengan Saan Mustopa bahwa hari legislasi harus segera ditentukan, dan mekanismenya harus ditentukan oleh baleg. Ia menanyakan kepada tenaga ahli Baleg apakah harus ada usulan dari pimpinan DPR untuk menentukan hari legislasi.
Firman menceritakan bahwa surat ke komisi yang dikirim oleh Baleg tentang tugas AKD tersebut hanya direspon oleh satu komisi, yaitu komisi 4. Ia setuju untuk adakan lagi rapat badan legislasi dan pimpinan DPR, komisi dan pemerintah. Firman meminta untuk pimpinan komisi semuanya hadir, jangan seperti rapat sebelumnya.
Komisi 9 menurut Firman memberikan proposal untuk menambah RUU dalam Prolegnas 2015. Namun ia katakan ini tidak bisa lagi dilakukan.
Firman mengingatkan bahwa Komisi bisa melakukan FGD saat tahap harmonisasi secara paralel, ia juga menghimbau tidak usah kunjungan kerja ke luar negeri bila tak benar-benar perlu.
Firman menambahkan bahwa dalam pasal 4-5 Tata Tertib DPR-RI, komisi boleh merujuk kembali ke masa sidang yang lalu.
Evaluasi Kinerja Pemerintah
Pada Rapat Paripurna ke-28 tanggal 18 Mei 2015 – Firman menilai Pemerintah tidak kondusif dalam menjalankan tugas dan fungsi, Firman mempertanyakan sikap Pemerintah dalam menangani kasus mafia beras dan kebijakan Menteri Kelautan yang menyebabkan banyak nelayan tidak bisa melaut. Firman pun menyoroti adanya permainan oknum pejabat maupun mantan pejabat dalam kebijakan peniadaan import beras.
Peraturan Pengamanan di Lingkungan Gedung DPR
Pada 6 April 2015 – menurut Firman persoalan pengamanan Gedung DPR adalah masalah yang mendasar dan serius. Firman menilai usulan peraturan dari Deputi PUU ini sifatnya masih normatif dan belum fundamental. Di zaman Orde Baru, sistem pengamanan DPR menurut Firman lebih bagus daripada sekarang karena sekarang setiap orang bisa masuk.
Menurut Firman lembaga DPR beda dengan perusahaan atau organisasi kemasyarakatan. Setidak-tidaknya Firman menilai pengamanan di DPR harus disamakan dengan pengamanan istana Presiden. Toh sama saja, karena Presiden juga dipilih oleh rakyat. Kalau di kantor Presiden saja pengamanan bisa berlangsung ketat, maka menurut Firman pengamanan di DPR juga bisa sama ketatnya.
Firman kecewa sekali dengan Petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) yang ‘lembek’ dan gagal cegah Yorrys merangsek masuk ke lantai 12. Oleh karena itu Firman ingin perkuat dengan ide ‘Polisi Khusus DPR’.
Firman akui Gedung DPR memang gedung rakyat tapi Firman menilai tidak serta-merta semua rakyat bisa bebas wara-wiri keluar-masuk seenaknya. Firman kritik ke Sekretariat DPR sistem pengamanan DPR sekarang sama saja bebasnya dengan di hutan. Semua orang bisa masuk dan saling membunuh. Firman peringatkan Sekretariat DPR betapa mudahnya sekarang kalau ingin meracuni makanan para anggota DPR karena tidak ada pengamanan sama sekali. Firman juga ingin wartawan dibatasi geraknya di DPR, cukup di Press Center saja sehingga tidak wara-wiri dengan mudah.
Firman menyoroti kurangnya ruang-ruang yang disediakan Sekretariat DPR untuk fraksi-fraksi karena 5 tahun lalu setiap fraksi mempunyai ruangan rapat masing-masing. Menurut Firman logika berpikirnya seharusnya anggota jumlahnya tetap, namun kenapa ruangan fraksinya berkurang.
Pada 8 April 2015 – Firman akui Gedung DPR memang ‘gedung rakyat’. Namun Firman menilai saat ini rakyat sudah kebablasan mengakses kompleks parlemen. Firman menekankan pentingnya peningkatan keamanan komplek Gedung DPR karena merupakan objek vital. Tapi Firman minta Polri jangan jauhkan DPR dengan rakyat. Firman menyoroti kejadian di lantai 12. Firman tidak ingin kejadian itu terulang lagi. Firman menilai kejadian itu memalukan karena mungkin Pamdal (Petugas Pengamanan Dalam) DPR takut sama yang datang (Yorrys). Menurut Firman anggota DPR berhak atas rasa aman dan jujur anggota legislatif itu berharga mahal. Firman butuh Polisi berdiri di lingkar keamanan DPR terdepan dan Pamdal akan difokuskan pada Ring-1 DPR saja. Jika memungkinkan setiap anggota DPR memiliki 1 orang tenaga pengaman (bodyguard) yang diberikan oleh pihak Polri.
16 April 2015 – Menurut Firman peningkatan keamanan seharusnya tidak fokus untuk di gedung saja tapi juga untuk safety (keselamatan). Menurut Firman alarm di Gedung DPR nyaris tidak pernah bunyi. Firman saran ke Sekretariat Jenderal DPR (Setjen DPR) semua masukan-masukan mengenai sistem keamanan perlu ditindak lanjuti. Jika perlu DPR lakukan studi banding ke negara-negara lain untuk pikirkan rancangan sistem keamanan DPR jangka panjang.
Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan
1 April 2015 – Firman menyatakan bahwa Fraksi Golkar mendukung pemberantasan illegal fishing. Bila cukong dari dalam partai pun akan Firman bantu atasi.
Firman dorong Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) untuk segera lakukan penyegaran pejabat-pejabat di KKP tanpa pilih-pilih. Firman saran agar ikan yang dibudidayakan di daerah dimaksimalkan untuk peningkutan mutu gizi anak-anak. Firman juga saran ke MenKP penggunaan kapal tidak dibatasi dibawah 30 GT tapi boleh 60 GT dan 90 GT tapi melalui mekanisme kontrol yang baik. [Firman menyerahkan Surat Pernyataan dari nelayan ke MenKP].
Sehubungan dengan reklamasi Teluk Jakarta, Firman saran ke MenKP untuk rapat dengan Polisi dan TNI Angkatan Laut untuk coast guard agar bisa di support.
Anggaran Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan
Pada 11 Februari 2015 – Firman, yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi IV, menyatakan Fraksi Golkar mendukung penambahan anggaran KemenLHK. Dengan tanggung jawab KemenLHK yang sangat besar dan jadi sorotan dunia, Firman merasa anggaran harus diusahakan untuk naik lagi di tahun berikutnya. MenLHK harus melakukan lobbying yang cukup intensif kepada Bappenas dan Kemenkeu. Ia juga menanyakan tentang status hibah luar negeri dari Norwegia sebesar US$1 miliar. Firman berharap dana ini jangan sampai berdampak dan mempengaruhi cara pemerintah kita mengambil keputusan. (sumber)
Persetujuan Prolegnas 2015-2019
Saat Paripurna ke-18, 9 Februari 2015 – DPR memiliki agenda untuk persetujuan Prolegnas 2015-2019 dan Prolegnas Prioritas 2015. Sebelum disetujui pada hari yang sama, Firman Subagyo selaku Ketua Baleg menganggap bahwa 37 RUU untuk Prioritas 2015 sudah banyak. (sumber)
Penentuan Prolegnas 2015
Pada 28-29 Januari 2015 – Firman,sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi, mengusulkan RUU Fraksi tidak harus diterima masuk ke Prolegnas.