Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Oleh: Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP (Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dapil Kaltim)
Kesuksesan Indonesia dalam menyelenggarakan Asian Games dan Asian Paragames 2018 telah memacu pemerintah untuk melakukan pembinaan atlet olahraga nasional dengan lebih serius. Salah satunya adalah cabang olahraga sepak bola.
Semangat itu tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Sepak Bola Nasional. Dalam Inpres itu, Presiden menginstruksikan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga untuk melakukan pembinaan olahraga sepak bola sejak usia dini dan usia muda, secara berjenjang.
Mengapa sepak bola? Sepak bola menjadi fokus pembinaan pemerintah karena sepak bola adalah cabang olahraga paling populer di Indonesia. Penelitian Nielsen Sport mengungkapkan, sebanyak 77% penduduk Indonesia memiliki ketertarikan pada sepak bola. Jumlah itu akan bertambah jikaTim Nasional Indonesia bertanding.
Tidak hanya di dalam lapangan hijau, animo suporter sepak bola Indonesia juga dapat mudah dirasakan di luar lapangan. Tidak heran jika kemudian Indonesia menduduki urutan kedua sebagai negara “penggila” sepak bola setelah Nigeria.
Sebenarnya, pemerintah telah mempunyai payung hukum pembinaan olahraga nasional, yaitu Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Dalam UU tersebut, diatur ketentuan mengenai kegiatan olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi. Dan kalau kita berkaca pada pada pasal 18 undang-undang tersebut, maka pembinaan olahraga usia dini masuk dalam olahraga pendidikan.
Hanya saja, UU tersebut hanyalah kerangka besar pengembangan olahraga di Indonesia. Diperlukan payung hukum teknis untuk mengembangkan talenta-talenta sepak bola nasional sejak dini.
Sebab harus diakui bahwa ekosistem sepak bola Indonesia masih jauh dari kata sempurna. Tidak hanya di tubuh PSSI-nya, pembinaan sepak bola di Indonesia juga terbentur oleh minimnya fasilitas dan kompetisi, terutama untuk usia dini dan usia muda, baik tingkat lokal maupun nasional.
Saya percaya, kunci meningkatkan prestasi olahraga adalah pembinaan dari usia dini, termasuk juga olahraga sepak bola. Karena itu, selain membenahi fasilitas dan memperbanyak kompetisi, hal lain yang perlu dilakukan adalah pembinaan atlet sepak bola sejak usia dini. Dukungan pemerintah yang tepat akan membuat Sekolah Sepak Bola (SSB) usia dini yang banyak di Indonesia, bisa menyemai bibit-bibit unggul sepak bola nasional.
Tidak hanya fasilitas lapangan yang minim, contoh kecil yang saya temui di lapangan adalah masih banyaknya SSB usia dini yang menggunakan bola ukuran orang dewasa dalaml atihannya, padahal bola untuk anak-anak ada ukurannya tersendiri.
Oleh karena itu, saya telah menyalurkan bantuan bola sepak kepada klub-klub sepak bola hingga SSB di berbagai daerah, terutama di Kalimantan Timur. Saya berharap, dengan ukuran yang sesuai, kelak muncul pesepak bola handal dari Kaltim yang tidak hanya membawa nama harum Kaltim, tetapi juga Indonesia di kancah internasional.
Kita bisa mencontoh apa yang telah dilakukan negara Thailand dan Singapura, yang lebih berhasil dalam melakukan pembinaan olahraga sepak bola. Untuk mendukung prestasi sepakbolanya, dua negara itu membangun banyak lapangan berstandar nasional, bahkan lokasinya bisa berdempetan empat lapangan sekaligus.
Biasanya lapangan itu digunakan untuk turnamen internasional setahun dua kali, sehingga bisa sekaligus digunakan untuk sports tourism bagi anak dari luar negeri. Dua negara itu juga kerap mengadakan turnamen kelas internasional bagi SSB. Hal itu membuatanak-anak SSB lebih semangat untuk mengembangkan kemampuan sepakbolanya.
Untuk itu, PSSI maupun Kemenpora harus satu suara dalam menggaungkan turnamen dan kompetisi sepak bola usia dini yang lebih terstruktur, permanen, dan tidak tumpang tindih. Pemerintah juga harus bisa memastikan jenjang karier yang baik, adil, dan kompetitif, untuk memastikan masa depan atlet sepak bola nasional.
Pengembangan kemampuan pelatih SSB juga mutlak dilakukan. Indonesia perlu memperbanyak pelatih SSB berkualitas, sebab saat ini banyak pelatih SSB yang hanya lulusan SMA. Mereka bukan guru olahraga dan tidak punya lisensi kepelatihan resmi.
Tidak kalah penting adalah memberikan pelatihan atau seminar kepada orang tua murid SSB tentang bagaimana risiko dan tanggung jawab jika anaknya ingin jadi atlet sepak bola. Sebab sering terjadi, ambisi orang tua membuat banyak anak dipaksa melakukan latihan melebihi porsi waktu latihan dan ditekan agar memenangkan setiap pertandingan. Kondisi ini tentu tidak baik bagi fisik dan psikis anak.
Tidak hanya orang tua, masih banyak pelatih SSB yang lebih sering memberi penekanan kepada anak didiknya untuk mengejar tropi atau menjadi juara. Kondisi itu akan semakin membuat psikis anak menjadi tertekan.
Saya percaya, dengan pembinaan olahraga yang dimulai sejak anak usia dini, berkesinambungan, dan disesuaikan dengankondisi dan dunia anak akan membuat sepak bola Indonesia semakin membanggakan.
Hal itu juga yang dilakukan oleh negara-negara yang sepak bolanya maju. Pelatih lebih menekankan agar anak-anak lebih fun dan happy dalam berlatih dan berkompetisi. Kita berharap dari merekalah mimpi untuk masuk dalam final Piala Dunia menjadi kenyataan.