Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Jakarta – Israel hendak menganeksasi atau mencaplok wilayah Tepi Barat. Komisi I DPR RI yang membidangi hubungan internasional itu mendesak agar Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) melakukan intervensi agar upaya Israel itu tidak terwujud.
Komisi I DPR menyampaikan sikap bersama berkaitan dengan masalah ini. Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menegaskan pihaknya menentang dan menolak secara keras upaya aneksasi Tepi Barat yang merupakan bentuk legalisasi penjajahan yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
“Pernyataan ini disepakati oleh seluruh Poksi (kelompok fraksi) di Komisi 1 DPR,” ungkap Meutya kepada wartawan, Rabu (1/7/2020).
Menurut Meutya, Komisi I memandang aneksasi Israel atas Tepi Barat dan Lembah Yordan adalah cita-cita penjajah Israel untuk menyita seluruh tanah Palestina dan memusnahkan bangsa Palestina. Menurut Komisi I, dengan dikuasainya wilayah Tepi Barat, proses kolonialisasi Israel akan semakin mendapat legalitas dan kekuatan, terutama di wilayah Al Quds (Yerusalem) yang kini diklaim sebagai ibu kota Israel.
“Komisi I DPR RI mengecam dan mengutuk keras aneksasi Israel atas Tepi Barat di bawah pemerintahan PM Benjamin Netanyahu. Tindakan Israel tersebut bertentangan dengan hukum, parameter, prinsip, dan kesepakatan internasional terutama dengan resolusi-resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB terkait konflik Palestina-Israel,” jelas Meutya.
Komisi I DPR menilai okupasi militer Israel atas wilayah tersebut tidak hanya akan melibatkan Israel dan Palestina, namun juga semakin mempersulit penyelesaian konflik Palestina-Israel. Masalah ini juga dinilai dapat memperuncing instabilitas kawasan serta berdampak pada situasi global.
“Para pemimpin negara dan anggota parlemen sedunia harus bersatu untuk mencegah aneksasi dan melindungi prospek solusi dua negara (two state solution) dan resolusi yang terbaik untuk mengakhiri penjajahan Israel atas Palestina, sejalan dengan resolusi Majelis Umum PBB Nomor 181 tahun 1947 yang memberikan mandat berdirinya negara Arab (Palestina) dan negara Yahudi (Israel) yang masing-masing berstatus merdeka dengan Yerusalem sebagai wilayah di bawah kewenangan internasional (Special International Regime), dan diberikan status hukum dan politik yang terpisah (separated body),” urai Meutya.
Politikus Partai Golkar ini juga menyampaikan, Komisi I mendesak PBB, organisasi dan komunitas internasional untuk mengintervensi situasi krisis di Palestina dengan mengutamakan tindakan kemanusiaan (humanitarian action). Meutya menekankan mengenai perlindungan warga sipil Palestina yang menjadi korban memburuknya situasi kemanusiaan termasuk korban penangkapan, penyiksaan dan bahkan pembunuhan oleh otoritas Israel.
“Sikap resmi Komisi I tersebut akan disampaikan kepada pemerintah melalui Kemenlu RI serta duta besar negara-negara sahabat agar diketahui bersama,” tuturnya.
Detik