Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Ketua Komisi XI DPR RI dalam penjelasannya pada Kickoff Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan di Bali pada Jumat (19/11/2021) menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi menjadi pasar utama dan pasar karbon di dunia.
Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto mengatakan bahwa yang menjadi poin utama dalam mendukung langkah jangka panjang pemerintah melalui pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai NDC Indonesia adalah road map dari implementasi perdagangan karbon 2025. “pemberlakuan carbon pricing sesuai dengan amanat UU HPP disusun berdasarkan peta jalan pajak karbon yang telah dibahas oleh Komisi XI DPR RI dan Pemerintah dan telah disahkan menjadi UU”, kata Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto.
Di dalam UU HPP mengatur pajak karbon yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan peta jalan (roadmap) yang akan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target National Determined Contribution (NDC), kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi dengan mengedepankan prinsip keadilan dan keterjangkauan yang memperhatikan iklim usaha dan masyarakat kecil.
Selain itu, lahirnya Perpres 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon sebagai landasan untuk pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam pembangunan nasional yang menjadi landasan hukum pelaksanaan mekanisme penilaian ekonomi terhadap emisi Gas Rumah Kaca.
“Melihat peluang yang ada baik dari sisi regulasi sampai implementasi bursa carbon trading agar dilaksanakan di Indonesia bukan di luar negeri. Apalagi saat ini Indonesia menjadi Presidensi G-20, jadi kami memberikan dukungan secara penuh kepada Pemerintah dan otoritas terkait untuk mempersiapkan infrastruktur yang diperlukan agar bursa carbon trading ini dapat siap sesuai yang direncanakan oleh Pemerintah”, tambah Dito Ganinduto.
Dalam rangka mewujudkan bursa carbon trading domestik di Indonesia, “ini menjadi pekerjaan rumah Pemerintah melalui Kementerian Keuangan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Otoritas Jasa Keuangan, serta Bursa Efek Indonesia selau SRO perlu mempersiapkan regulatory framework implementasi bursa carbon trading dilaksanakan di Indonesia”, ujar Dito Ganinduto.
Indonesia memiliki potensi sebagai pasar utama perdagangan karbon. Oleh sebab itu, dibutuhkan kesiapan sejak saat ini untuk mempersiapkan skema perdagangan karbon dalam negeri yang memiliki dan memberikan manfaat bagi lingkungan dan perekonomian. Dito Ganinduto menambahkan “Perdagangan Karbon dalam negeri ini memiliki potensi yang besar untuk mencapai target penurunan emisi 29% pada tahun 2030 dan dalam jangka panjang menuju net zero emission (NZE) yang dituju paling lambat di tahun 2060”.