Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Komisi X DPR RI bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia menggelar konsinyering pada Senin (7/6) dan Selasa (8/6) di Hotel Fairmont Senayan, Jakarta, dan secara virtual melalui aplikasi zoom.
Konsinyering tersebut guna membahas rencana anggaran Kemendikbudristek di tahun 2022. Jumlah anggaran yang diajukan sebesar Rp. 93,2 T. Sementara, pagu indikatif yang telah disetujui sebesar Rp. 73,1 T. Hadir dalam rapat tersebut para Direktur Jenderal dan Kepala Badan di lingkungan Kemendikbudristek.
Iwan Syahril selaku Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek mengatakan, program di tahun 2022 akan berfokus pada peningkatan kualitas guru. “Perlu adanya model baru pendidikan profesi guru, dimana PPG dilakukan setelah proses rekrutmen. Untuk guru ASN, PPG pra jabatan dijadikan saat materi pelatihan saat mereka menjadi CASN. Sehingga, selesai PPG mereka dapat langsung menjadi guru”, ujarnya. Iwan menambahkan, mekanisme pengadaan guru nantinya haruslah sustainable dan mampu menjawab tantangan masa depan.
Hetifah Sjaifudian selaku Wakil Ketua Komisi X DPR RI mempertanyakan keterlibatan LPTK dalam proses tersebut. “Bagaimana kerjasama yang terjalin selama ini dengan LPTK dalam proses penyusunan skema baru PPG?”, tanyanya. Hetifah menekankan bahwa LPTK yang sudah ada harus memiliki peran sentral dalam transformasi PPG.
Sementara itu, Direktur Jenderal Vokasi Wikan Sakarinto memaparkan terkait program- program vokasi yang akan diselaraskan dengan dunia industri melalui program link & match. “Kerjasama dengan DUDI jangan hanya berwujud gedung dan peralatan, tapi tjuga dengan penyusunan kurikulum, project based learning, serta riset nyata yang sesuai dengan kebutuhan industri”, paparnya.
Hetifah sepakat dengan hal tersebut. Ia mengingatkan agar kolaborasi tersebut selaras dengan rencana pembangunan nasional. “Biasanya, di luar negeri pendidikan vokasi sangat erat dengan manpower planning. Oleh karena itu, jangan sampai ini berjalan sendiri dan Kemenaker berjalan sendiri. Perlu dipetakan di masa depan berapa SDM yang dibutuhkan untuk kualifikasi tertentu, misalnya untuk tenaga kesehatan. Jangan sampai SDM kita yang bagus justru diambil oleh luar negeri”, ujarnya.
Hetifah juga menekankan agar SDM kita tidak hanya diarahkan menjadi pekerja, tapi juga pencipta lapangan kerja yaitu entrepreneur. Secara umum, Hetifah menyoroti pentingnya sinkronisasi antara pusat dan daerah.
“Selama ini sering terdapat misinformasi di tingkat pemda yang membuat program-program tidak berjalan efektif. Kedepannya, harus dipastikan diseminasi informasi berjalan baik”, ujarnya.
Ia mengatakan bahwa kepercayaan yang dibangun antara pemerintah pusat dan daerah adalah kunci.
Selanjutnya, terdapat paparan dari Sekretaris Jenderal dan Inspektorat Jenderal Kemendikbud. Setjen Kemendikbud Ainun Naim memaparkan bahwa anggaran Kartu Indonesia Pintar kuliah berkurang, dari sebelumnya Rp. 9,6T menjadi 8,9T dalam pagu indikatif, dengan target penerima juga berkurang dari 1,1 juta mahasiswa menjadi 677,9 ribu orang.
Hetifah menyayangkan pengurangan yang signifikan ini. “Saya harap ini jangan sampai terjadi dan Kemendikbud benar-benar memperjuangkannya, karena program ini merupakan salah satu unggulan kita dalam pemerataan akses pendidikan. Apalagi dengan skema baru KIP kuliah yang sangat inovatif”, ungkapnya.
Di hari kedua, rapat dilakukan dengan Ditjen PAUD Dikdasmen, Ditjen Pendidikan Tinggi, Kepala Balitbang dan Perbukuan, Ditjen Kebudayaan, serta Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Hetifah menyayangkan anggaran Ditjen PAUD Dikdasmen dan Balitbangbuk yang berkurang hampir setengahnya. “Padahal kita sangat bersemangat dengan program-program baru terkait PAUD Dikdasmen dan Balitbangbuk, misalnya asesmen nasional dan lain-lain. Kedua ditjen ini juga menjadi otak dan tangan dari pendidikan kita”, ujarnya. Hetifah mengingatkan bahwa rencana mitigasi harus disiapkan apabila anggaran memang dipotong sebesar jumlah tersebut.
Lebih lanjut, Hetifah menyoroti program penyediaan APE dan TIK yang pagu anggarannya 0. “Padahal digitalisasi pendidikan merupakan salah satu fokus utama kita, apalagi pasca pandemi. Hal ini harus dikawal dan benar-benar diupayakan “, jelasnya.
Sehubungan dengan asesmen nasional dan pembangunan karakter, Hetifah menekankan pentingnya hal tersebut dilakukan tidak hanya kepada siswa, tapi juga guru. “Karena karakter siswa sangat ditentukan oleh guru yang mengajarnya. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan juga pemetaan, sejauh mana karakter guru-guru sudah sesuai dengan profil Pancasila”, jelasnya.
Rapat dilanjutkan dengan paparan dari Ditjen Dikti, Ditjen Kebudayaan, dan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Hetifah menyoroti anggaran penyelenggaraan event Ditjen Kebudayaan yang hanya memiliki pagu sepertiga dari apa yang diajukan.
“Disini jumlah event yang diadakan hampir sama banyaknya, tapi pagu yang disetujui jauh lebih rendah. Berarti, jumlah acara tetap banyak tetapi kecil-kecil. Perlu dipikirkan apakah hal ini akan efektif, atau lebih baik jumlah acara yang dikurangi, tapi tiap acaranya lebih besar”, pungkasnya.