Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Jakarta–Ketersediaan listrik merupakan salah satu permasalahan utama yang dihadapi Indonesia hingga saat ini. Masih terdapat sejumlah daerah yang mengalami krisis listrik akibat tidak cukupnya pasokan.
Bahkan sebagian masyarakat yang bermukim di daerah-daerah kepulauan dan daerah terpencil sama sekali belum memiliki akses listrik.
Anggota Komisi XI DPR Airlangga Hartarto mendukung penuh program untuk mengatasi persoalan tersebut. Ia mengemukakan ada sejumlah alternatif terobosan dalam rangka akselerasi penyelesaian program tersebut.
Salah satunya adalah melalui pemberian kesempatan bagi perusahaan-perusahaan di sektor pertambangan batubara pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk berpartisipasi di sektor usaha pembangkit listrik.
“Melalui kebijakan ini, akan ada tambahan investasi baru dari perusahaan-perusahaan pertambangan batubara. Prospek investasinya lebih jelas, karena perusahaannya sudah ada dan sudah beroperasi di Indonesia. Kebijakan tersebut menjadi bagian dari upaya hilirisasi di sektor pertambangan batubara melalui proses nilai tambah dan optimalisasi pemanfaatan batubara untuk keperluan di dalam negeri,” kata Airlangga di Jakarta, Senin (2/5/2016).
Mantan Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PPI) ini menjelaskan sejumlah insentif bisa ditawarkan untuk menarik minat perusahaan-perusahaan pertambangan batubara agar ikut berpartisipasi.
Misalnya, fasilitas perpajakan berupa tax holiday atau pengurangan atau pembebasan PPN atas importasi barang modal. Kemudian fasilitas pengurangan royalty.
Khusus untuk kebijakan pengurangan royalty, pemerintah perlu melakukan perubahan PP No.9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku Pada Kementerian ESDM.
Airlangga menjelaskan paket kebijakan lainnya yang juga bisa ditempuh untuk percepatan program 35.000 MW adalah melalui pembangunan pembangkit listrik terapung. Kebijakan itu bisa dijadikan sebagai pelengkap dari program yang sudah dicanangkan.
Sekalipun sifatnya sebagai pelengkap, namun sebenarnya sangat strategis dalam rangka peningkatan kandungan lokal dan pengembangan kapasitas industri dalam negeri, misalnya melalui kerjasama dengan PT PAL Indonesia.
“Di masa mendatang Indonesia tidak perlu lagi menyewa dari negara lain, sebagaimana yang dilakukan saat ini,” ujar mantan Ketua Komisi VI DPR ini.
Diketahui, dengan rasio elektrifikasi sebesar 88%, setidaknya, masih ada sekitar 8 juta rumah tangga yang belum memiliki akses terhadap listrik.
Dalam rangka mengatasi keterbatasan pasokan tersebut, pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) telah mencanangkan program 35.000 MW dalam lima tahun, sejak 2015 hingga 2019.
Sumber: INILAH