Breaking News :

Pandangan Fraksi Golkar Terkait Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2023

JAKARTA– DPR RI menggelar Rapat Paripurna ke-23 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 di Parlemen Senayan, Selasa, (24/5/2022).

Rapat Paripurna kali ini dalam rangka pandangan Fraksi-fraksi kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal RAPBN 2023.

Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar Mukhtarudin mengatakan Pandemi Covid-19 sudah semakin terkendali, bahkan beberapa waktu yang lalu Presiden Joko Widodo telah mengumumkan pelonggaran protokol kesehatan berupa diperbolehkannya melepas masker di luar ruangan.

Ini semua, menurut Mukhtarudin, berkat efektifnya kebijakan-kebijakan penanganan pandemi yang dijalankan Pemerintah dan juga berkat dukungan semua stakeholder, termasuk fraksi-fraksi di DPR RI.

Fraksi Golkar, kata Mukhtarudin mengapresiasi sebesar-besarnya atas kerja keras setiap pihak yang terkait.

“Dengan semakin terkendalinya pandemi, kita bisa dengan lebih tenang melepas serta mengakhiri masa berlakunya UU Nomor 2 Tahun 2020 yang banyak memberikan kelonggaran dalam pengelolaan fiskal,” tutur Mukhtarudin.

Untuk itu, Mukhtarudin mengatakan Tahun Anggaran 2023, pengelolaan APBN harus kembali ke dalam koridor-koridor yang normal sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU terkait lainnya.

Besaran defisit APBN, lanjut Mukhtarudin, harus kembali di bawah batas maksimal 3% dari produk domestik bruto (PDB), serta pengelolaan utang dan pembiayaan lainnya harus dilakukan dengan lebih prudent dan efisien.

“Meski pandemi sudah semakin terkendali, kita tidak boleh terlena dan cepat berpuas diri. Bagaimanapun pandemi belum sepenuhnya berakhir dan kita harus senantiasa waspada terhadap risiko datangnya gelombang-gelombang varian Covid-19 yang baru,” imbuhnya.

Mukhtarudin mengatakan selain pandemi, perekonomian dunia saat ini juga tengah dibayangi sejumlah tantangan lain yang tak kalah berat, yakni meningkatnya tensi geopolitik global akibat konflik antara Rusia dan Ukraina, serta normalisasi kebijakan moneter di negara-negara maju.

Seperti diketahui ketahui bersama, konflik Rusia-Ukraina telah menimbulkan gangguan pada rantai pasok global yang mengakibatkan kenaikan harga-harga komoditas pangan dan energi.

“Sementara itu, normalisasi kebijakan moneter di negara-negara maju dapat menimbulkan shock pada sektor keuangan di emerging market seperti Indonesia. Kombinasi antara dua tantangan tersebut dapat bermuara pada kondisi stagflasi baik dalam perekonomian global maupun domestik,” tandas Mukhtarudin.

Menyadari adanya tantangan-tantangan berat dari faktor eksternal seperti telah disebutkan sebelumnya, APBN 2023 yang akan datang memiliki kompleksitas yang sama tingginya dengan APBN dalam tiga tahun terakhir.

Di satu sisi, APBN 2023 dituntut menjadi shock absorber melalui program subsidi, kompensasi, serta perlindungan sosial. Ini sangat dibutuhkan agar laju inflasi dapat tetap terkendali serta sebagai bentuk kehadiran dan keberpihakan Negara terhadap masyarakat kalangan menengah ke bawah.

Di sisi lain, APBN 2023 juga dituntut untuk membiayai program-program produktif guna mendorong momentum pemulihan dan menjaga pertumbuhan ekonomi. Ini merupakan dua pilihan yang sulit dan dilematis. Karena itu, APBN 2023 dituntut mampu menemukan keseimbangan yang tepat agar terhindar dari ancaman stagflasi ekonomi nasional.

Fraksi Partai GOLKAR memandang, semangat menjaga keseimbangan antara pengendalian inflasi dan penguatan pertumbuhan ekonomi telah terbingkai dengan baik dalam tema APBN 2023 yaitu “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan.”

“Inklusif artinya Negara hadir merangkul semua lapisan masyarakat, terutama melindungi daya beli dan kesejahteraan kalangan menengah bawah. Sedangkan, kata ‘berkelanjutan’ mencerminkan semangat untuk tetap tumbuh dengan pembiayaan dan belanja yang berkualitas, efektif, efisien serta tepat sasaran,” pungkas Mukhtarudin.

0 Reviews

Write a Review

Read Previous

BPK Temukan Masalah Keuangan Negara Rp 31 T, Pemborosan Rp 1,6 T

Read Next

Masukan Peradi ke Komisi III DPR soal RUU Hukum Acara Perdata