Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Salah satu unsur penting dan krusial dari materi RUU Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) adalah mengenai keamanan data.
Isu keamanan data menimbulkan polemik dan pro kontra saat ini sebab keamanan data yang seharusnya dikelola penuh pemerintah, tetapi dalam perkembangannya melibatkan swasta dan asing dalam pengelolaan pusat data atau database.
Persoalan tersebut mengemuka dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema “RUU Perlindungan Data Pribadi, Dapatkah Data Warga Terlindungi?” di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/8/2020).
“Pusat data yang akan dikerjasamakan dengan Perancis, ini juga kami baru mendengar beritanya kemarin. Tentunya kami akan tanyakan kepada Kominfo, apa yang melatarbelakangi kerjasama ini, karena biar bagaimanapun juga pusat data merupakan infrastruktur strategis. Jadi sangat strategis sifatnya. Apa yang melatar melatarbelakangi?,” gugat Anggota Komisi I DPR Christina Aryani.
Motif pelibatan swasta dan asing ini akan dipertanyakan DPR kepada Kementerian Kominfo yang pengesahannya akan dikebut pada bulan Oktober tahun ini.
Dia menengarai ada sejumlah alasan antara lain ketidakmampuan secara finansial untuk mengoperasikan atau mendirikan sendiri. Atau memang yang pemerintah Indonesia membutuhkan teknologi.
“Atau ada hal-hal lain yang diatur dalam kerjasama ini, tentunya ini akan menjadi perhatian kami di komisi I dan akan kami tanyakan kepada Kominfo di rapat kerja mendatang,” kata politisi Partai Golkar yang mengaku saat ini DPR sedang reses masa sidang.
Kalau memang kendalanya ada pada minimnya anggaran untuk membuat database, menurut Christina hal itu bisa dikomunikasikan dan dibahas bersama dengan semua pihak yang terlibat dengan persoalan ini termasuk dengan Komisi XI yang membidangi keuangan negara maupun dengan badan anggaran DPR.
“Tugas kami untuk mengkritisi soal anggaran dan membahasnya, karena itu salah satu fungsi kami, fungsi penganggaran,” tegasnya.
Meski pandemi Covid-19 atau virus corona membayangi, namun Christina mengatakan pasti ada solusi dari persoalan ini. Namun, ia menekankan bahwa database dan kerahasian data menjadi hal strategis dan sangat penting.
“Pandangan saya data ini strategi sifatnya dan infrastruktur terkait data juga strategis, jadi kita harus melakukan kajian secara komprehensif. Pro dan kontranya, lalu apa untung dan ruginya dengan kerjasama ini,” sebutnya.
Soal kebocoran data ini, Anggota Komisi I DPR RI lainnya Syaifullah Tamliha mengakui kebocoran data biasanya terjadi di lembaga penyelenggara telekomunikasi.
“Mereka itulah awalnya yang meminta data, secara lengkap, dalam sejarah Indonesia orang harus mengisi nama, nomor induk kependudukan dan seterusnya, sehingga data itu, yang sebelumnya dimiliki oleh penyelenggara telekomunikasi,” ucap politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Dari lembaga penyelenggara telekomunikasi itulah kemudian mengalir ke berbagai instansi pemerintah lainnya seperti Kementerian Dalam Negeri, ke Dirjen Kependudukan itu.
“Jadi mestinya UU PDP-nya dulu dibuat, baru boleh penyelenggara telekomunikasi meminta input data masing-masing,” kata Syaifullah.
Sehingga keberadaan Undang-Undang PDP apabila diberlakukan nanti diharapkan sudah betul-betul mengantisipasi kemungkinan kemungkinan perubahan dan pesatnya Informasi Transaksi Elektronik yang berkembang di dunia ini.
“Jadi kalau bilang ada data yang bocor, data yang bocor di sektor apa,” sahutnya.
Pembicara lainnya, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Kominfo RI Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan ada empat unsur dalam RUU PDP yang saat ini sedang dibahas DPR bersama pemerintah yaitu pemilik data (data owner), pengguna data (data user), penjagaan hak pemilik data dalam aliran data (flow data) dan keamanan data.
Terkait keamanan data ini, diakui Samuel, data pribadi bisa diakses oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja, namun peruntukannya harus sesuai aturan perundang-undangan. Sehingga kalau ada oknum, lembaga, perusahaan dan organisasi yang menyalahgunakan, bisa dijatuhi sanksi hukum yang berlaku.
Oleh karena itu, jika terjadi penyalahgunaan data pribadi maka bisa dikenakan sanksi hukum berdasarkan RUU PDP ini. “Itulah pentingnya RUU PDP yang kita ajukan ke DPR RI ini,” kata Samuel.
Balipuspanews