Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union

Jakarta – Komisi X DPR RI menggelar rapat kerja dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi, Senin (31/5). Rapat tersebut guna membahas perubahan nomenklatur Kementerian (Kemendikbud menjadi Kemendikbudristek), perkembangan pembelajaran tatap muka terbatas, penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2021/2022, serta tindak lanjut rekomendasi Panja PJP, serta hal-hal lainnya yang dianggap penting terkait pendidikan. Rapat berlangsung secara fisik dan virtual.
Mendikbudristek Nadiem Makarim menyatakan, perubahan struktur organisasi akan diselesaikan paling lambat pada 31 Juli 2021. “Tugas kami ditambah yaitu untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dalam proses penyesuaiannya, kami akan berusaha meminimalkan disrupsi terhadap kegiatan pada kementerian dan perguruan tinggi yang sedang berlangsung,” ujarnya.
Nadiem mengatakan bahwa bantuan operasional Perguruan Tinggi Negeri untuk Penelitian (BOPTN Penelitian) akan dipindahkan ke Kemendikbudristek.
“Total anggaran yang akan dipindahkan sebesar Rp. 1,154 T, dan diperkirakan proses revisinya akan selesai pada Juni 2021,” paparnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, Hetifah Sjaifudian selaku Wakil Ketua Komisi X DPR RI menyatakan optimismenya.
“Saya harap, riset-riset yang ada dapat dioptimalkan sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat. Misalnya untuk penyediaan gawai, saya sangat berharap ini bisa berasal dari kerja sama riset dan industri dalam negeri,” ungkapnya. Hetifah berharap Kemendikbudristek juga dapat mengajak peneliti-peneliti Indonesia yang berkiprah di lembaga riset kelas dunia untuk kembali ke dalam negeri.
Sementara itu, terkait persiapan pembelajaran tatap muka, Kemendikbud menyatakan bahwa sebagian sekolah telah melaporkan kesiapannya melalui website Kemendikbud.
“Saat ini, sudah 40% sekolah yang melakukan pelaporan. Dari 40% tersebut, 30%nya menyatakan siap melakukan pembelajaran tatap muka,” jelasnya.
Terkait hal itu, Hetifah meminta Kemendikbud memperhatikan terkait representasi data-data ini.
“Jangan sampai ada bias dalam pengambilan kesimpulan. Jangan-jangan, mereka yang melapor adalah yang memang memiliki kapabilitas tinggi dan akses internet yang baik, sehingga data tidak representatif,” ucapnya.
Hetifah yang merupakan wakil rakyat asal Kalimantan Timur ini juga berharap Kemendikbudristek untuk menindaklanjuti data-data ini.
“Menimbang laporan terkait kesiapan, perkembangan vaksinasi PTK yang terhambat, juga beberapa ahli yang belum merekomendasikan PTM, saya harap Kemendikbud dapat mempertimbangkan Plan B terkait PTM. Alternatif seperti sekolah outdoor juga dapat dipertimbangkan dengan serius.” pungkasnya.