Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Jakarta: Jumlah pasangan calon yang bertarung di pilkada serentak 2015 menyusut. Rata-rata jumlah pasangan calon tiap daerah yang mengikuti pilkada serentak 2015, hanya dua pasangan calon.
“Ada yang perlu diperbaiki untuk pelaksanaan pilkada serentak berikutnya, yaitu ketersediaan jumlah pasangan calon. Pada pilkada serentak 2015, dari segi jumlah, ketersediaan pasangan calon sangat jauh dari pilkada sebelumnya,” ungkap Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria saat bertemu hakim konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (14/4/2016).
Minimnya jumlah pasangan calon menggangu pilkada serentak. Contohnya pada pilkada 2015, ada tiga daerah cuma punya satu pasangan calon. Tapi, belakangan MK memutuskan daerah itu tetap bisa menggelar pilkada meski cuma ada satu pasangan calon.
Dia mengatakan minimnya calon kepala daerah, salah satunya disebabkan karena adanya putusan MK agar pejabat negara mundur ketika akan ditetapkan sebagai pasangan calon. Sama seperti anggota TNI, Polri, PNS.
Akibatnya, banyak anggota Dewan, baik itu DPR, MPR, maupun DPRD yang mengurungkan niatnya mencalonkan diri. Karena tidak ingin mengambil resiko kehilangan posisinya sebagai anggota dewan.
“Ada penurunan yang signifikan dari jumlah calon karena adanya putusan harus mundur itu. Padahal kepala daerah itu jenjang karir bagi kader parpol di dewan dan eksekutif. Lebih baik ke depan cukup cuti saja dan tidak usah mundur,” paparnya.
Dia mengatakan Partai tidak bisa mencalonkan kader terbaik mereka untuk maju dalam pilkada. Karena ia menilai kader-kader yang berkualitas umumnya sudah duduk menjadi anggota dewan.
Menanggapi itu, Ketua MK Arief Hidayat mengungkapkan pertimbangan MK mengabulkan pengujian norma Pasal 7 bagian T dalam UU pilkada. Dia mengatakan hal tersebut untuk menciptakan keadilan yang setara antara anggota Dewan dengan TNI, Polri, dan juga PNS. Arief menilai, MK harus menjaga hak konstitusi yang sama dari setiap orang. Tidak boleh ada diskriminasi apapun bagi setiap warga negara.
“Dalam hal ini yang paling dijunjung tinggi adalah penghormatan HAM dan hak konstitusional warga negara. Dalam hal pengunduran diri tidak boleh ada diskiriminasi jadi kami memutuskan kalau TNI, Polri, dan PNS harus mundur hal yang sama juga berlaku bagi anggota dewan,” ujar Arief.
Hal yang sama juga dilakukan MK kepada mantan narapidana yang ingin mencalonkan diri menjadi calon kepala daerah. Konstitusi harus menjamin hak seseorang untuk dipilih, maupun memilih selama hak itu belum dicabut oleh keputusan pengadilan. Karena dasar kesetaraan yang sama itulah mengapa MK akhirnya dalam putusannya memperbolehkan mantan narapidana untuk tetap mencalonkan diri menjadi kepala daerah meski sebelumnya hak tersebut dibatasi oleh UU.
“Begitupun dengan kerabat petahana. Kita tidak bisa melarang orang lain untuk menjadi calon kepala daerah hanya karena orang tua, ipar, atau kerabatnya merupakan petahana,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarulzaman mengungkapkan agar betul-betul tidak diskriminatif, maka semua calon kepala daerah harus mundur dari jabatannya termasuk petahana.
Selama ini petahana hanya diwajibkan cuti ketika hanya mencalonkan diri di daerah yang sama. Namun, sebaliknya jika diperkenankan maju maka Rambe menginginkan semaunya boleh maju dan tidak harus mundur. Saat ini DPR pun sedang membahas hal tersebut. Besok (Jumat) DPR akan melakukan pembahasan revisi UU yang pertama dengan pemerintah.
“Kalau mundur ya harus mundur semua, sedangkan kalau boleh ya diperbolehkan semua. MK pun menyatakan menyerahkan hal itu semua ke DPR sebagai pembentuk UU,” jelas Rambe saat ditemui pewarta seusai dari acara pertemuannya dengan hakim MK.
Rambe menyebutkan sampai saat ini dalam rancangannya mengenai revisi UU 8/2015, sebagian fraksi yang ada di Komisi II pun telah menyapakati bahwa anggota dewan tidak perlu mundur, untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Untuk tetap menjamin kesetaraan bagi seluruh peserta, Komisi II akan mengatur bahwa Porli, TNI, maupun PNS tidak perlu mundur. Melainkan cukup melakukan cuti selama mencalonkan diri menjadi calon kepala daerah.
Sebelumnya, MK bertemu dengan pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI di Gedung MK. Pertemuan tersebut membahas evaluasi pelaksanaan pilkada serentak 2015. Selain itu juga membahas soal revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Sumber: METROTVNEWS