Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Kabargolkar – Komisi IV DPR RI mendesak pemerintah agar segera menurunkan harga telur ayah menjelang Hari Raya Idul Adha. Pasalnya, salah satu yang menjadi kebutuhan pokok itu dinilain mengalami kenaikan yang tidak wajar.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Roem Kono menginginkan berbagai pihak terkait dapat segera mencari penyelesaian terkait kenaikan harga telur ayam agar tingkat harga di tengah masyarakat juga dapat kembali normal dan stabil. Diharapkan pula agar pemerintah segera menyelesaikan fenomena tersebut dengan menstabilkan harga telur di pasaran.
Selain itu, sambung politisi Partai Golkar itu, berbagai pihak juga diharapkan jangan sampai berspekulasi atau membuat pernyataan yang masih belum jelas terkait dengan fenomena kenaikan harga telur akhir-akhir ini. ”Semua itu perlu diteliti lebih dalam penyebabnya dan harus segera dicari penyelesaiannya,” kata Roem Kono dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/7).
Dia menegaskan, pemerintah perlu benar-benar mendalami berbagai hal yang terkait dengan permasalahan berkurangnya pasokan telur ayam ke berbagai daeah yang juga mengakibatkan melonjaknya harga komoditas tersebut.
Anggota Komisi IV DPR RI, Hermanto mengingatkan pengadaan telur dapat dibagi menjadi dua klaster pemasok. ”Yaitu supplier besar dalam hal ini korporasi dan ada juga petani telur kelas menengah ke bawah,” papar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jumat (20/7).
Ia berpendapat, untuk pemasok telur besar maka seluruh komponen biaya daripada ayam itu atau telur itu dikuasai oleh para korporasi. Dengan melihat hal seperti itu, maka dapat dilihat siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan dalam hal ini.
Anggota Komisi IV DPR RI lainnya, Kasriyah menyebut, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian seharusnya bisa saling bersinergi dalam memperbaiki sistem dan distribusi hasil peternakan. Kementerian tersebut merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terkait kenaikan harga telur itu. Sehingga, mereka seharusnya bisa menyiapkan semua hal mulai dari pasokan pakan hingga distribusi hasil. ”Tidak bisa peternakan hanya diserahkan kepada masyarakat. Kementerian terkait harus bisa menyiapkan semua hal, mulai dari pasokan pakan, cara ternak yang efektif, hingga distribusi hasil. Sehingga peternak bisa menghasilkan produk yang bagus dan berkelanjutan, sementara konsumen bisa mendapatkan kepastian stok dan harga yang normal,” ujarnya, kemarin.
Anggota Fraksi PPP itupun pun mengungkapkan, biasanya kenaikan harga terjadi pada saat menjelang hari besar seperti lebaran atau tahun baru. Sementara sekarang lebaran Idul Fitri sudah berlalu dan Idul Adha pun masih lama. ”Kalau pun mendekati Idul Adha, seharusnya telur juga tidak naik setinggi sekarang di mana di tingkat masyarakat sudah dijual di atas Rp 30 ribu, karena telur bukan kebutuhan utama di hari raya kurban,” kata Kasriyah.
Selanjutnya, legislator asal Kalimantan Timur ini menambahkan Indonesia seharusnya tidak memiliki masalah stok pangan. Sebab selain negara agraris, Indonesia juga memiliki lahan luas yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan berbagai kebutuhan pokok. Untuk hasil ternak misalnya, baik itu daging maupun telur, warga bisa diberdayakan untuk terlibat dalam urusan beternak. Dengan begitu pasokan pangan pun bisa terjamin sepanjang tahun.
Terpisah, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Imelda Freddy mengatakan, lebih dari 50 persen produksi jagung memang diperuntukkan bagi konsumsi hewan, misalnya saja ayam. Mahalnya harga pakan ayam nabati, yang sebagian besar adalah jagung, dipengaruhi oleh ketersediaannya di pasar di mana jumlah produksi nasional tidak bisa memenuhi jumlah konsumsinya.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengaku, adanya disparitas harga telur ayam ras di tingkat peternak dan konsumen mencapai 60 persen sehingga mengakibatkan harga komoditas tersebut melambung terutama dalam sepekan terakhir. Dalam Operasi Pasar Telur Murah di Toko Tani Indonesia Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (19/7), Menteri Amran melaporkan harga telur di Jabodetabek memang sudah perlahan turun meskipun perbedaannya masih berkisar 40-60 persen.
Mentan menjelaskan perbandingan harga yang jauh tersebut salah satunya karena rantai pasok yang panjang dari tingkat peternak, warung pengecer hingga konsumen. Selain itu, para pedagang diduga mengambil keuntungan yang tinggi sehingga harga di tingkat konsumen menjadi mahal.[Indopos]