Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Informasi pribadi | |
---|---|
Tempat Lahir | Palembang |
Tanggal Lahir | 29/10/1960 |
Informasi Jabatan | |
---|---|
Partai | Golkar |
Dapil | DKI Jakarta III |
Komisi | I – Pertahanan, Intelijen, Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika |
Latar Belakang
Tantowi Yahya lahir di Palembang, Sumatera Selatan, 29 Oktober 1960. Ia terkenal sebagai seorang presenter yang membawakan acara Who Wants To Be A Millionaire. Tantowi juga aktif di dunia musik, terutama musik country. Dari tahun 2009-2014, Tantowi mewakili Dapil berbeda yaitu Dapil Sumatera Selatan. Di tahun 2014-2019, ia menjadi wakil untuk Dapil DKI Jakarta III. Mencakup daerah Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu. Tantowi adalah tokoh senior di Partai Golongan Karya (Golkar).
Pada periode 2014-2019, Tantowi kembali bertugas di Komisi I DPR-RI sebagai Wakil Ketua Komisi I yang membidangi pertahanan, intelijen, luar negeri, komunikasi dan informatika.Tantowi Yahya dicopot dari posisi sebagai Wakil Ketua Komisi I, digantikan oleh Meutya Hafid pada Januari 2016. Ia mendapatkan posisi sebagai Wakil Ketua Badan Kerjasama antar Parlemen.
Pendidikan
1. Diploma D1 National Hotel & Tourism Institute Bandung, Bandung (1981 – 1982)
2. Diploma Akademi Kepariwisataan Indonesia, Yogyakarta (1980-1982)
3. Diploma Massachusetts Institute Of Technology (MIT), Boston, Amerika Serikat (2009 – 2010)
Perjalanan Politik
Untuk periode 2009-2014, Tantowi ditempatkan oleh fraksinya di Komisi 1 (Pertahanan, Intelijen, Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika). Pada Pilpres 2014, Tantowi Yahya dipilih sebagai juru bicara untuk pasangan Capres-Cawapres, Prabowo-Hatta.
Visi Misi & Program Kerja
Berdasarkan wawancara dengan WikiDPR.org, berikut ini visi & misi dan program kerja Tantowi Yahya
Untuk Komisi I:
- Mendirikan pertahanan dan keamanan untuk Republik Indonesia
- Mendorong lebih baik kesejahteraan tentara
- Menaikkan kehormatan negara Republik Indonesia; terutama antara negara berpenduduk mayoritas Islam
- Memperbaiki media dan informatika, terutama penggunaan frekuensi
Untuk Dapil DKI Jakarta III:
- Memperbaiki kualitas kehidupan penduduk dapil atau konstituen
- Menaikkan kualitas di Jakarta Utara, yang dianggap sebagai salah satu kantong kemiskinan DKI. Di banyak kota pelabuhan dunia, warganya sejahtera.
- Di Jakarta Barat, Tantowi ingin mengoptimalkan penyediaan akses kebersihan dan pendidikan
Sikap Politik
RUU KPK 2015
Pada 6 Oktober 2015, Tantowi Yahya mengusulkan penggunaan hak inisiatif DPR RI atas perubahan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dimasukkan dalam Prolegnas 2015.
RUU Pengampunan Nasional
Pada 6 Oktober 2015, Tantowi Yahya mengusulkan penggunaan hak inisiatif DPR RI atas Rancangan Undang-Undang Pengampunan Nasional dimasukkan dalam Prolegnas 2015.
Tanggapan
Artis yang Terjun ke Dunia Politik
16 Maret 2016 – (INILAHCOM) – Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya menyebut artis yang terjun ke dunia politik tidak mencari kekayaan atau popularitas. Itu karena sudah memilikinya saat berprofesi sebagai pekerja seni.
“Kami juga tidak perlu lagi mencari terkenal dan populer karena sudah memunyainya. Kami juga tidak mencari kekayaan karena kami sudah punya uang dari hasil berkarya. Jadi kami berpolitik lebih stabil,” jelas dia dalam diskusi bertajuk ‘Perlukah Seniman Berpolitik?” di Jakarta, Rabu (16/03/2016).
Namun politisi Partai Golkar tersebut menyayangkan pandangan masyarakat yang masih mencibir apabila ada kalangan artis yang hendak merambah dunia politik, entah sebagai legislatif atau kepala daerah. Tantowi yang dulu berprofesi sebagai artis menilai stigma terhadap artis masih hura-hura dan hiburan. “Stigma ini melawannya sulit,” kata dia.
Ia menyatakan dirinya memilih terjun ke dunia politik agar memiliki kekuasaan yang dapat membuat perubahan. “Tanpa politik, perubahan itu bukan tidak bisa, tapi lama. Tapi saat kita duduk di legislatif, bisa jadi cepat karena kita bisa membuat undang-undang dan menegur pemerintah jika salah,” kata dia.
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional yang juga musisi Anang Hermansyah mengatakan dirinya bisa memberantas pembajakan musik dan film saat berada di DPR.
“Kalau saya terus di luar, saya tidak bisa bekerja memberantas pembajakan. Di DPR saya bisa bekerja dengan banyak pihak untuk bersama-bersama membereskannya,” kata dia. Ia menilai artis yang berpolitik bukanlah hal aneh, tergantung dengan kemauan dan tujuan politik individu itu sendiri. [sumber]
Pelibatan TNI Tumpas Aksi Terorisme dan Narkoba Sesuai Konstitusi
12 Maret 2016 – (TRIBUNNEWS.COM) – YOGYAKARTA – Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya menilai pelibatan TNI dalam menumpas aksi terorisme dan narkoba sesuai dengan konstitusi.
Ia membantah pernyataan Ketua SETARA Institute Hendardi yang menyatakan pelibatan TNI di kedua bidang itu diluar nalar konstitusional.
“Ada dua hal, didalam TNI sendiri tidak boleh menggunakan narkoba apalagi mengedarkan narkoba. Untuk itu, Komisi I mendukung sikap tegas panglima yaitu menindak pengguna narkoba atau pengedar,” kata Tantowi di Yogyakarta, Sabtu (12/3/2016).
Ia mengatakan pelibatan TNI dalam memberantas narkoba atau terorisme telah diatur dalam 14 tugas TNI selain perang.
Dimana terdapat UU TNI yang berisi dalam keadaan tidak perang TNI bisa diperdayakan untuk membantu Polri.
Politikus Golkar itu mengungkapkan Komisi I DPR lebih memperdebatkan tugas TNI yang diminta membersihkan gorong-gorong serta menggusur Kalijodo.
“Walaupun ada 14 tugas selain perang, tetapi melihat TNI melakukan itu di DKI Jakarta seharusnya bisa dikerjakan oleh Satpol PP ini menjadi keprihatinan buat Komisi I,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua SETARA Institute Hendardi angkat bicara mengenai rencana Komisi I DPR mendorong TNI menjadi garda terdepan memerangi terorisme dan narkoba. Menurut Hendardi, hal tersebut keluar dari nalar konstitusional.
“Rencana tersebut bertentangan dengan Konstitusi RI yang telah menggariskan peran TNI dan Polri secara limitatif,” kata Hendardi melalui pesan singkat, Jumat (11/3/2016).
Hendardi mengungkapkan rencana itu juga muncul dari asumsi masa lalu bahwa TNI lebih supreme dari Polri yang mampu menangani segala hal akibat politik Dwifungsi ABRI yang ditolak oleh reformasi. [sumber]
Masalah Keamanan di Papua
15 Februari 2016 – (Suara.com) – Anggota Fraksi Golkar DPR Tantowi Yahya menilai pemerintah tidak serius menangani permasalahan keamanan di Papua.
“Kami anggap ini serius, persoalan Papua tidak begitu penting. Kami menilai pemberian izin masuk kepada wartawan (asing) tanpa melalui proses (ke Papua),” ujar Tantowi dalam rapat kerja gabungan di tuang badan Anggaran, DPR, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Menurut Tantowi hal itu menunjukkan adanya upaya internasionalisasi isu Papua.
“Ketika mereka (wartawan asing) mengangkat soal pelanggaran HAM, simpati datang dari mana-mana. Karena pelanggaran HAM adalah isu seksi,” katanya.
Tantowi mengaku tidak bermaksud membatasi kebebasan pers. Dia mengatakan hanya pemerintah agar hati-hati dalam memberikan izin kepada media asing.
“Kami membuka diri kepada wartawan asing, tapi ketika kita biarkan wartawan asing ke Papua, itu sama kita membiarkan orang asing membuka bobrok kita. Oleh karena itu mekanismenya, pemerintah harus membatasi agen-agen pemberitaan asing,” katanya.
Seperti diketahui, Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi menyederhanakan proses perizinan bagi jurnalis asing untuk meliput di Papua. Walau begitu, tetap ada proses sebelum pemerintah memberikan izin, sama seperti ketika wartawan Indonesia hendak meliput ke negara lain. [sumber]
Sebagai Salah Satu Calon Gubernur DKI pada Pilkada 2017
28 Januari 2016 – (KOMPAS.com) – Nama politikus Golkar Tantowi Yahya mencuat sebagai salah satu kandidat Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017.
Tantowi yang dikonfirmasi mengenai hal itu masih belum memberikan kepastian bertarung di ibukota.
“Pembukaan calon setelah Rakerda bulan Februari. Saya masih pikir-pikir. Sayang jabatan saya di DPR kalau belum pasti menang,” kata Tantowi ketika dikonfirmasi, Kamis (28/1/2016).
Tantowi mengaku belum melakukan survei mengenai elektabilitas dirinya. Namun, ia melihat elektabilitas dirinya tak jauh dari yang dipublikasikan CSIS.
Anggota Komisi I DPR itu mengungkapkan terdapat sejumlah nama kader Golkar yang masuk bursa calon Gubernur. Beberapa nama itu antara lain Tantowi Yahya, Idrus Marham dan Azis Syamsuddin.
Diketahui, hasil survei dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) memaparkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahoksebagai figur dengan popularitas tertinggi.
CSIS menunjukkan Ahok menduduki peringkat satu dalam tingkat popularitas Calon Gubernur DKI Jakarta dengan afirmasi dari 94 persen responden. (Baca: Tantowi, Idrus Marham, Aziz Syamsudin Digadang Golkar Jadi Cagub DKI)
Angka itu mengungguli figur lain yang muncul, seperti Tantowi Yahya (81 persen), Ridwan Kamil (71,25 persen), Abraham Lunggana (69,25 persen), Hidayat Nur Wahid (64,5 persen), danTri Rismaharini (63,75 persen).
Ahok juga menduduki peringkat pertama tingkat elektabilitas tertinggi sebagai calon gubernur DKI Jakarta dengan 45 persen suara responden. Ridwan Kamil menyusul pada posisi kedua dengan 15,75 persen dan Tri Rismaharini posisi tiga dengan 7,75 persen. (sumber)
Wewenang Badan Intelijen Negara Menangkap Tersangka Terorisme
18 Januari 2016 – (KOMPAS.com) — Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya tak setuju jika BIN diberi wewenang tambahan penangkapan dan penahanan dalam upaya pemberantasan terorisme. Menurut dia, BIN cukup diberi tugas untuk melakukan deteksi dini dalam mengantisipasi terjadinya aksi teror.
“Kami tak sepakat ketika BIN harus di-install dengan wewenang baru, yaitu penangkapan. Akan terjadi wewenang baru institusi yang nangkap-nangkap orang nantinya,” kata Tantowi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/1/2016).
Ia menuturkan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara sebenarnya sudah cukup memberikan wewenang bagi BIN untuk bertindak dalam rangka mengantisipasi terjadinya aksi teror.
Menurut dia, saat ini yang diperlukan BIN adalah penguatan fungsi koordinasi dengan aparat keamanan lainnya. (Baca: Kapolri: Mana Ada di Dunia Ini BIN Bisa Menangkap)
Sementara itu, Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq menuturkan, tindakan penangkapan dan penahanan yang dilakukan terhadap seorang pelaku tindak kejahatan merupakan bagian dari upayapro-justisia.
Oleh karena itu, tindakan tersebut harus dapat dilakukan secara terbuka agar bisa dipertanggungjawabkan dan dengan akuntabilitas yang terjaga.
“BIN itu kan tertutup kegiatannya. Apakah nanti akuntabilitasnya bisa teruji? Kalau perlu penahanan kan sebenarnya bisa saja tinggal koordinasi dengan Polri,” ujar Mahfudz.
Kepala BIN Sutiyoso sebelumnya mengusulkan agar BIN diberi wewenang tambahan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, terutama dalam hal mengatasi persoalan terorisme. (Baca:Sutiyoso Usul BIN Diberi Wewenang Penangkapan dan Penahanan)
Menurut dia, berdasarkan UU Intelijen dan UU Terorisme saat ini, BIN masih belum memperoleh kewenangan maksimal dalam memberantas teroris.
“Jika ingin penanganan terorisme di Indonesia lebih memberikan rasa aman, perlu perbaikan di dalam UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme, dalam hal ini BIN diberikan kewenangan yang lebih, yaitu penangkapan dan penahanan,” kata Sutiyoso di kantornya, Jumat (15/1/2016).
Dalam kasus serangan teroris di dekat Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2016), ia mengaku, BIN telah memberikan sinyalemen kepada aparat keamanan atas rencana serangan tersebut.
Namun, BIN sulit memberikan kepastian kapan serangan itu akan terjadi lantaran aksi teroris tidak terikat ruang dan waktu. (Baca:308 WNI di Suriah Dicekal Kembali ke Indonesia) (sumber)
Rencana Strategis Lembaga Ketahanan Nasional dan Dewan Ketahanan Nasional
11 Juni 2015 – Tantowi minta klarifikasi ke Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Gubernur Lemhanas) dan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Sekjen Wantanas) peran dan fungsi Lemhanas dan Wantanas dalam kebijakan-kebijakan yang diucapkan oleh Presiden. Tantowi juga minta penjelasan dari Gubernur Lemhanas program yang sudah disiapkan untuk memanfaatkan alumni-alumni dari Lemhanas. [sumber]
Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika
Pada 10 Juni 2015 – Tantowi minta penjelasan ke Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) kebijaksanaannya dalam mengatur portal berita online. Tantowi menilai harus ada pembahasan sendiri untuk mendengarkanroadmap pemerintah mengenai digitalisasi. [sumber]
Pajak Perfilman Nasional
Pada 14 April 2015 – Tantowi menilai negara maju memfasilitasi industri perfilmannya dengan memberikan fasilitas pajak yang kecil dan kemudahan untuk pendanaan proyek film. Tantowi menilai sineas perfilman adalah makhluk seni dengan kreatifitas yang tak terbatas oleh karena itu perlu dukungan dari DPR. [sumber]
Lembaga Sensor Indonesia
Pada 14 April 2015 – Tantowi paham bahwa belasan anggota LSF punya catatan rekam jejak buruk. Tantowi janji akan segera membahas dan menyepakati 17 anggota pensensoran baru. Tantowi menjelaskan bahwa LSI dipindahkan dari Komisi 10 ke Komisi 1 karena DPR merasa fungsi muatan film Indonesia sudah bukan kebudayaan saja tapi sudah pencitraan bangsa. [sumber]
Perjanjian Ekstradisi RI-Vietnam
31 Maret 2015 – Tantowi menilai kerjasama Indonesia dengan negara lain ada tiga hal pokok yang harus dipenuhi: kesetaraan, saling menghormati dan saling menguntungkan. Tantowi menilai narasumber yang hadir sepakat bahwa meratifikasi perjanjian MLA. Menurut Tantowi MLA adalah instrumen yang efektif untuk mendapatkan info mengenai terpidana yang lari ke luar negeri. MLA menjadi komplimenter terhadap perjanjian ekstradisi yang sudah disepakati. [sumber]
Jaringan Teknologi Informasi & Komunikasi Nasional
Pada 9 Februari 2015 – Tantowi mendukung penguatan jaringan teknologi informasi dan komunikasi nasional. [sumber]
TVRI-RRI
Pada 3 Februari 2015 – Tantowi sebagai Ketua Komisi I, menyayangkan bahwa anggaran Rp.1 Triliun yang dianggarkan oleh negara untuk TVRI sebelumnya tidak membawa hasil yang signifikan. Tantowi ingin krisis dan skandal di TVRI tidak terulang lagi. (sumber)
Hukuman Mati Terpidana Narkoba
Pada tanggal 27 Januari 2015 – Tantowi mengatakan bahwa Jokowi jangan takut menjalankan death sentence (hukuman mati) menurutnya rakyat mendukung hal tersebut. [sumber]
KPK vs Polri
Pada 27 Januari 2015 – sebelum Paripurna ke-17 dimulai, Tantowi beranggapan bahwa untuk menyelesaikan konflik KPK vs Polri, Jokowi harus melakukan hal yang tepat dan statementnya jangan lagi abu-abu (baca berita Tempo mengenai statement Jokowi)