Azis Syamsuddin Pimpin Delegasi DPR RI ke Pertemuan Inter-Parliamentary Union
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2023 berada pada kisaran 5,3 persen hingga 5,9 persen. Sedangkan inflasi diprediksi bisa menyentuh angka 4 persen.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menyampaikkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2023 dalam Rapat Paripurna dengan DPR RI.
Asumsi pertumbuhan ekonomi tersebut telah mempertimbangkan berbagai risiko dan potensi pemulihan ekonomi nasional di tahun depan.
“Pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan RAPBN 2023 sebagai berikut, pertumbuhan ekonomi 5,3 persen hingga 5,9 persen,” kata dia.
Berikut ini rincian asumsi makro dalam RAPBN 2023 yang diusulkan pemerintah:
– Pertumbuhan ekonomi 5,3 persen hingga 5,9 persen
– Inflasi 2,0 persen hingga 4,0 persen
– Nilai tukar Rupiah Rp 14.300 hingga Rp 14.800 per USD
– Tingkat suku bunga SBN 10 Tahun 7,34 persen hingga 9,16 persen
– Harga minyak mentah Indonesia USD 80 – USD 100 per barel
– Lifting minyak bumi 619 ribu – 680 ribu barel per hari
– Lifting gas 1,02 juta hingga 1,11 juta barel setara minyak per hari.
Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan, proses pemulihan ekonomi ke depan masih penuh tantangan yang harus direspons dengan kebijakan makro ekonomi dan kebijakan struktural secara tepat.
“Kenaikan inflasi, biaya bunga dan pengetatan moneter dunia harus direspons dengan disiplin fiskal yang tepat. Perppu No. 1 Tahun 2020 atau UU No. 2 Tahun 2020 telah memberikan landasan yang tepat dan kredibel dengan mengamanatkan defisit fiskal menjadi maksimal 3 persen dari PDB di tahun 2023,” jelas dia.
Upaya konsolidasi fiskal di 2023 disertai dengan reformasi fiskal yang komprehensif dari sisi pendapatan, perbaikan belanja (spending better) dan mendorong pembiayaan produktif dan inovatif.
“APBN yang sehat menjadi modal yang kokoh untuk terus mendukung pembangunan dan perbaikan ekonomi,” tutur Sri Mulyani.